Kasih Kado Buat Rakyat, Pemerintah Jepang Kucurkan Stimulus Rp2.230 Triliun


Pemerintah Jepang menyetujui paket stimulus ekonomi komprehensif senilai US$140 miliar atau sekitar Rp2.230 triliun di saat negara itu berusaha menopang belanja konsumen di tengah kenaikan harga.

Paket tersebut, yang disahkan dalam rapat kabinet luar biasa pada Jumat (22/11/2024), mencakup subsidi untuk mengurangi dampak negatif dari kenaikan harga energi serta bantuan uang tunai bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, mengingat pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) kian terkikis oleh kenaikan harga.

Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba mengatakan kepada para wartawan, pertumbuhan upah ‘diperlukan’ untuk mendukung ekspansi ekonomi yang lebih luas.

“Penting untuk diperhatikan bahwa bukan hanya masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat pedesaan, yang seharusnya dapat merasakan harapan dan kebahagiaan,” kata Ishiba, seperti dikutip dari Nikkei Asia, Sabtu (23/11/2024).

Paket stimulus ini diproyeksikan akan menurunkan harga-harga konsumen sekitar 0,3 poin persentase, sekaligus meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disesuaikan terhadap inflasi Jepang sebesar 1,2 poin persentase secara tahunan, ungkap Kantor Kabinet Jepang.

Untuk mendanai paket tersebut, pemerintahan Ishiba akan mencoba meloloskan anggaran tambahan senilai 13,9 triliun yen untuk periode tahun fiskal yang berakhir Maret 2025, dalam sidang parlemen luar biasa yang akan diadakan pada Kamis (28/11/2024) mendatang.

Dalam paket stimulus tersebut, pemerintahan Ishiba juga berjanji akan menaikkan ambang batas pendapatan bebas pajak, setelah menyerah pada tuntutan dari partai oposisi, yang suaranya dibutuhkan oleh koalisi berkuasa untuk mengamankan pengesahan sebuah anggaran tambahan.

Sebelumnya pada pekan ini, koalisi berkuasa antara Partai Demokratik Liberal dan mitranya, yakni Partai Komeito, yang kehilangan suara mayoritas dalam pemilihan umum bulan lalu, menerima permintaan dari Partai Demokratik untuk Rakyat, yang kecil namun berpengaruh, untuk menaikkan tingkat pendapatan bebas pajak dari 1,03 juta yen yang berlaku saat ini guna meningkatkan konsumsi.

Kekhawatiran Kritikus

Namun, para kritikus khawatir hal ini akan kurangi pendapatan pajak hingga triliunan yen dan meningkatkan tumpukan utang Jepang yang besar, setara dengan lebih dari 200 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Tekanan pada keuangan publik Jepang akan meningkat dengan meningkatnya jumlah pensiunan. Selain itu, jumlah orang yang bekerja dan membayar ke kas negara yang diproyeksikan akan turun.

Ekonom SMBC Nikko Securities Yoshimasa Maruyama menuturkan, Bank Sentral Jepang akan terus menaikkan suku bunga, dan utang jumbo akan semakin membebani.

“Pemotongan pajak harus disertai dengan sumber pendapatan permanen untuk mengisi kesenjangan,” tulis Maruyama.

PM Ishiba telah berjanji untuk merevitalisasi daerah pedesaan yang tertekan dan untuk mengatasi ‘kedaruratan yang tenang’ dari populasi Jepang yang menyusut dengan langkah-langkah untuk mendukung keluarga seperti jam kerja yang fleksibel.

Ke depannya, para pebisnis khawatir kebutuhan untuk mendapatkan dukungan dari partai oposisi berarti Ishiba akan menghindari reformasi yang diperlukan untuk meningkatkan daya saing Jepang.

Ada juga kekhawatiran pemerintah dapat menekan Bank of Japan untuk memperlambat kenaikan suku bunga, bahkan jika ini menyebabkan yen yang lebih lemah.