News

Keadilan untuk Korban Kejahatan Seksual, KPAI: Hukuman Berlapis bagi Pelaku

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra angkat bicara terkait persoalan tindak kejahatan seksual yang marak terjadi belakangan ini. Jasra menilai bahwa rasa keadilan perlu diberikan kepada para korban yang diwakili dengan penjatuhan hukuman yang berlapis dari hakim. “Mudah-mudahan proses panjang ini menyebabkan para pelakunya diberi hukuman berlapis kepada para pelaku.

“Termasuk pemberatan yang setara dengan siksaan batin yang selama ini korban jalani. Semoga putusan hakim nanti dapat mengganti masa kelam bertahun-tahun itu berganti menjadi penuh harapan dan masa depan,” kata Jasra kepada Inilah.com, Sabtu (9/7/2022).

Kasus pelecehan seksual di sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Malang dan Pesantren dan Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso, Jombang, Jawa Timur bisa menjadi contoh.

Jasra menjelaskan, korban kekerasan seksual pun harus bersaksi secara berulang untuk mendapatkan pengakuan di mata hukum. Selain itu, korban harus berbicara secara terbuka ke ruang publik.

Polisi Harus Konsisten

Sementara, Ketua Komisi Nasional Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani mengingatkan jajaran kepolisian harus konsisten.

Andy mencontohkan, kasus kejahatan seksual yang terjadi di Pesantren Shiddiqiyah di Jombang. Proses hukum hingga penetapan tersangka membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang. Jaksa sempat meminta korban untuk menjalani tes kebohongan yang ia nilai tidak tepat secara hukum. Menurut Andy, proses hukum yang seperti ini akan memunculkan kecurigaan. “Konsistensi di jajaran kepolisian lintas daerah dalam penegakan hukum memang dibutuhkan agar tidak menimbulkan kecurigaan tentang standar ganda,” sambung Andy.

Andy juga mengaitkan maraknya kasus kejahatan seksual seperti yang terjadi di SPI Kota Batu dan Pesantrsn Shiddiqiyah, Jombang dengan penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Pada kasus kekerasan di Jombang dan Batu, ini saat tepat untuk mengimplementasikan UU TPKS. Fokus pada pendampingan dan pemulihan korban dengan hukum acara yang lebih menguatkan upaya pengungkapan kasus,” ujar Andy.

Andy mengakui proses hukum kedua kasus tersebut berlangsung sebelum pengesahan UU TPKS disahkan. Pengadilan pun perlu merujuk Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2017 mengenai pedoman mengadili perempuan yang berhadapan dengan hukum

“Sementara pihak kejaksaan juga harus memperhatikan perja (peraturan jaksa agung) Nomor 1 tahun 2021 untuk penuntutan yang dapat memberikan keadilan bagi korban,” kata Andy.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button