News

Kebijakan Jalan Berbayar di Jakarta Memberatkan Masyarakat, Diminta Dibatalkan

Kebijakan jalan berbayar (elektronic road pricing/ERP) di Jakarta dinilai malah akan memberatkan masyarakat. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan meminta wacana tersebut dibatalkan.

“Jika (kebijakan) ini diterapkan, lagi-lagi masyarakat yang harus menanggung beban,” kata Edi di Jakarta, Kamis (12/1/2023).

Menurut Edi, kebijakan tersebut tidak hanya memberatkan masyarakat pemilik kendaraan, tapi masyarakat yang tidak mempunyai kendaraan juga ikut diberatkan.

Akademisi Universitas Bhayangkara Jakarta itu menyampaikan salah satu contohnya adalah penumpang taksi daring yang juga harus menanggung biaya tambahan ketika harus melewati jalur tersebut.

“Kebijakan jalan berbayar pada 25 ruas jalan di Ibu Kota itu semakin memberatkan rakyat dan hanya memindahkan kemacetan ke jalan yang tidak berbayar,” ujarnya.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional periode 2012-2016 itu juga mengatakan selama ini sudah ada kebijakan ganjil-genap yang sudah diterapkan dan menurutnya kebijakan tersebut sudah merepotkan masyarakat. Apalagi jika masyarakat kini harus membayar lagi ketika melintas di 25 ruas jalan tersebut.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik. Berkaitan dengan tarif, Dishub DKI Jakarta telah mengusulkan besarannya berkisar antara Rp5.000 sampai Rp19.900 untuk sekali melintas.

Dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE), dijelaskan kebijakan ini merupakan pembatasan kendaraan bermotor secara elektronik pada ruas jalan, kawasan dan waktu tertentu. Merujuk draf tersebut, ERP bakal dilaksanakan di 25 ruas-ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button