News

Kecanduan Judi Online Diakui sebagai Gangguan Mental Serius


Psikiater Konsultan Adiksi dan Kepala Divisi Psikiatri RSCM Jakarta, Kristiana Siste Kurniasanti, menyatakan bahwa kecanduan judi online dikategorikan sebagai gangguan mental dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) dan DSM-4.

“Yaitu dengan nama gambling disorder. Pada ICD-11 (International Classification of Diseases), juga sudah dimasukkan sebagai gambling disorder dan semuanya berada di bawah chapter adiksi atau kecanduan,” ungkap Siste dalam diskusi virtual bertajuk ‘Masalah Adiksi Perilaku Judi Online’, Jumat (26/7/2024).

Siste menjelaskan bahwa sebelum seseorang mengalami gambling disorder, ada fase di mana mereka tidak menyadari dampak negatif dari judi online, meskipun memiliki risiko tinggi untuk kecanduan. 

“Ternyata 18 persen orang tidak merasa memiliki perilaku kecanduan judi online dan tidak melihatnya sebagai masalah. Walaupun mereka sudah memiliki berbagai gejala tentang adiksi judi ini sendiri,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan tantangan dalam mengatasi kecanduan judi online, termasuk belum adanya regulasi yang mengatur pemain judi online. 

“Kalau dilihat dari UU, memang pemerintah sudah mengatur mengenai perjudian. Misalnya pada UU Nomor 7 Tahun 1974 Pasal 1 atau UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang pelarangan judi online, memang aturannya untuk offline punishment atau hukuman hanya diberikan kepada penyelenggara dan operator saja, dan juga pemain,” jelas Siste.

“Namun untuk judi online, hukuman hanya diberikan untuk distributor dan operatornya saja, tetapi pemainnya sendiri tidak dikenakan hukuman,” sambungnya.

Selain itu, belum ada regulasi tentang server website judi internasional, mengingat server luar negeri seringkali digunakan dalam kegiatan ini. Keluarga juga menjadi sasaran pembayar utang bagi penjudi, sehingga Siste menilai pernyataan pemerintah yang akan memberikan bantuan sosial (bansos) justru akan memperburuk keadaan.

“Seiring dengan pernyataan pemerintah yang akan memberikan bansos, justru uang itu menjadi stimulus buat mereka untuk melakukan judi kembali sehingga yang paling penting tentu adalah refleksi dan tata laksana yang komprehensif, bukan diberikan bansos,” tegasnya.

Tantangan lainnya adalah banyak pemangku kepentingan yang belum memiliki perspektif yang sama tentang masalah ini, baik dari pemerintah, akademisi, maupun tenaga kesehatan yang bekerja sebagai garda terdepan. 

“Dan untuk adiksi sendiri belum dijamin oleh jaminan kesehatan nasional sehingga berobatnya masih menggunakan biaya sendiri. Hal ini menjadi tantangan, karena mereka sudah habis-habisan secara finansial hingga tidak punya lagi uang untuk berobat,” kata Siste.

“Hal ini membuat mereka akhirnya tidak kontrol atau tidak patuh berobatnya. Pemerintah harus menjawab tantangan ini dengan memberikan bantuan tata laksana kesehatan yang bisa membantu mereka yang mengalami kecanduan judi online secara gratis atau dijamin oleh JKN,” tandasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button