News

Kegelisahan Jimly dalam Putaran Roda Zaman

Senator Jimly Asshiddiqie menerbitkan dua buku terbaru yang mencerminkan kegelisahannya dalam putaran roda zaman. Jimly mengulas relasi antara negara dan agama dalam buku berjudul ‘Teokrasi, Sekularisme, dan Khilafahnisme’ dan menunjukkan kekhawatirannya atas laju zaman melalui buku bertajuk ‘Oligarki dan Totalitarianisme Baru’.

Dalam acara peluncuran buku serta diskusi yang digelar di Kantor Komisi Yudisial (KY), Senin (5/12/2022) pagi, sejumlah tokoh yang hadir mengapresiasi sikap Jimly yang berani menuangkan kegelisahannya melalui buku. Menkumham Yasonna Laoly menyebut sisi keilmuan eks Ketua Mahkamah Konstitusi belum padam, dan mampu menangkap rawannya oligarki dalam hubungan koorporasi dengan politik melalui salah satu karyanya.

Mungkin anda suka

“Saya terkesan tentang penggunaan frekuensi. Koorporasi adalah milik pribadi tapi frekuensi adalah milik publik,” kata Yassona menyampaikan sambutan.

Yasonna juga menangkap kegelisahan Jimly yang menyorot relasi agama dengan bangsa dalam buku berjudul ‘Teokrasi, Sekularisme, dan Khilafahnisme’. Politisi PDIP itu menilai, persoalan klasik tersebut tak hanya dirasakan oleh kalangan Muslim, namun gereja juga memiliki persoalan serupa.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet), dalam sambutannya mengungkapkan, demokrasi yang berlangsung sekarang ini sudah mengarah pada pembentukan oligarki, baik disadari atau tidak. Persoalan ini suka atau tidak, juga terjadi di Indonesia.

Menurut politisi Golkar, situasi tersebut terjadi tak lepas dari konsekuensi politik yang berbiaya tinggi dan transaksional. Dia juga mengatakan politisi saat ini lebih fokus untuk mengumpulkan dukungan suara dibanding menyerap aspirasi rakyat. “Demokrasi hari ini mau tidak mau, mengarah pada pemusatan kekuasaan pada segelintir orang,” ucap Bamsoet.

Ketua KY, Mukti Fajar, yang bertindak sebagai tuan rumah dalam acara tersebut juga memberi testimoni dalam dua buku karya terbaru Jimly. Dia menilai kedua buku tersebut tidak terbit begitu saja, karena lahir melalui perdebatan panjang mencakup dalam sejarah, baik aspek akademik dan empiris.

Mengenai buku soal oligarki dan totalitarianisme, Mukti memiliki catatan tersendiri. Dia menyebut eksistensi oligarki tetap ada hingga saat ini sejak disebutkan pertama kali disebutkan oleh Aristoteles. “Oligarki itu sejak disebutkan oleh Aristoteles adalah bentuk aristokrasi terburuk karena menggambarkan pemerintah sebagai pihak yang buruk dan jahat,” kata dia.

Menurutnya, Plato mengatakan bahwa pemerintahan seharusnya berada jauh dari dermaga. Sebab, banyak saudagar atau pengusaha di dermaga yang bisa memberi pengaruh buruk bagi pemerintahan. “Kita lihat di berbagai negara para pengusaha bukan hanya bergaul dengan penguasa tetapi juga masuk ke dalam pemerintahan,” tambah Mukti.

Mukti juga membahas soal Khilafahnisme dengan menyoroti Surah Al-Baqarah yang menyebut bahwa Allah itu menciptakan manusia untuk mengurus. “Artinya, manusia menjadi seorang manajer dan pengelola. Ini berbeda dengan khalifatul rasul yang kemudian dimaknai oleh khilafanisme yang menganggap bahwa kekuasaan itu penerus rasul,” tandas dia.

Selain diskusi dan peluncuran buku, kegiatan tersebut juga dibarengi dengan peresmian Jimly Books Corner dan pemberian rekor dari Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Lemprid). Jimly mencatat rekor dari Lemprid dengan status tokoh Indonesia penulis buku terbanyak yaitu 75 buku, membuka Jimly Books Corner di 10 perguruan tinggi, dan tokoh nasional yang menulis tentang Green Contitution dan Blue Green Contitution.

Sementara Jimly, dalam sambutannya mengungkapkan, inti dari buku-buku terbaru yang ditulisnya untuk mengingatkan agar kekuasaan tidak kebablasan. “Dalam buku saya ini saya menggambarkan bahwa kekuasaan itu filosofinya harus dicegah, jangan dipegang di satu tangan. Intinya, kekuasaan itu harus check and balance,” tutur Jimly.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button