Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai kasus makelar kasus (markus) di Mahkamah Agung (MA) yang melibatkan Zarof Ricar seharusnya dilimpahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Fickar, Kejaksaan Agung (Kejagung), khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, terlihat tidak memiliki niat untuk menuntaskan kasus tersebut.
“Saya kira kalau kelihatan Kejaksaan tidak punya niat untuk tuntaskan perkara ini (Zarof), maka KPK bisa ambil alih,” ujar Fickar kepada awak media usai diskusi publik bertajuk Membedah Dugaan Penyalahgunaan Wewenang dan/atau Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, yang Diduga Dilakukan oleh Febrie Adriansyah di Restoran Danau Sentani, Senayan Park, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).
Dia menyatakan, salah satu indikasi Kejagung tidak serius dalam membongkar kasus ini terlihat dalam surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Zarof.
Dalam surat dakwaan tersebut, khususnya dakwaan kedua mengenai penerimaan gratifikasi berupa uang sebesar Rp920 miliar dan 51 kilogram emas, tidak diungkap secara gamblang siapa pihak pemberi suap maupun hakim yang menerima pengkondisian perkara di MA.
“Enggak mungkin dalam peristiwa ini hanya Zarof pelakunya. Dia mendapat Rp920 miliar itu dari mana? Masa enggak ada orang atau pihak yang terlibat? Ya kan?” ucap dia heran.
Fickar juga menyoroti penerimaan gratifikasi yang tercatat sebesar Rp200 miliar untuk pengkondisian perkara Sugar Group. Menurutnya, pihak Sugar Group harus dihadirkan sebagai saksi dalam sidang yang masih berlangsung untuk mengungkap lebih jauh perkara ini, termasuk pihak lain yang terkait dengan aliran dana gratifikasi dalam pengkondisian perkara di MA.
“Kan sekarang sampai Rp920 miliar. Pasti Zarof menyebut nama-nama tertentu, dan nama-nama itu harus dipanggil semua. Mereka harus diperiksa, bahkan harus didudukkan sebagai saksi bahwa memang Zarof mendapatkan sumber hartanya dari situ,” ucapnya.
Sebelumnya, kuasa hukum mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar menilai dakwaan jaksa lemah. Hal ini disampaikan saat membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
Salah satu kuasa hukum Zarof menjelaskan bahwa jaksa tidak menguraikan secara jelas pemufakatan jahat terkait pemberian Rp5 miliar kepada Ketua Majelis Hakim Agung, Soesilo, yang mengadili kasasi Ronald Tannur. Ia menyebut jaksa juga tidak dapat membuktikan bahwa uang tersebut dijanjikan oleh kliennya dalam dakwaan pertama.
“Uang dengan jumlah keseluruhan Rp5 miliar adalah sesuatu yang dijanjikan kepada hakim. Padahal, penuntut umum dalam uraian dakwaan tersebut tidak dapat menyebutkan bahwa uang tersebut dijanjikan oleh terdakwa kepada Hakim Soesilo sebagaimana hakim yang ditujukan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diadilinya,” kata kuasa hukum di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).
Kuasa hukum juga menilai bahwa kliennya tidak memiliki kapasitas untuk mengintervensi keputusan hakim agung dalam perkara Ronald Tannur. Jaksa disebut tidak dapat membuktikan bahwa pernyataan Zarof kepada pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, dapat mempengaruhi putusan tersebut.
“Perbuatan yang dilakukan terdakwa adalah menyampaikan perkataan untuk meyakinkan Lisa Rahmat mengenai adanya kemungkinan terdakwa dalam mempengaruhi putusan perkara yang diadili Hakim Soesilo. Padahal, dalam dakwaan tidak disebutkan kapasitas dan kemampuan terdakwa untuk mempengaruhi putusan perkara yang diadili Hakim Soesilo,” tuturnya.
Selain itu, kuasa hukum menilai jaksa tidak dapat membuktikan penerimaan gratifikasi sebesar Rp915 miliar dan emas sebanyak 51 batang dalam dakwaan kedua. Menurutnya, dalam uraian dakwaan tersebut tidak terdapat penjelasan konkret mengenai bentuk perbuatan, termasuk waktu dan tempat kejadian, baik saat penerimaan maupun dalam kaitannya dengan perkara selain kasus Ronald Tannur.
“Selain itu, juga tidak diuraikan mengenai relevansi perbuatan terdakwa dengan unsur perbuatan pidana yang diatur dalam rumusan pasal sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan kedua,” ucap kuasa hukum menambahkan.