Market

Kejutan Jokowi di Akhir Pekan, Komisi VII Bakal Panggil Menteri ESDM

Anggota Komisi VII DPR, Sartono Hutomo konsisten menolak kenaikan harga BBM meski telah ditetapkan Presiden Jokowi pada Sabtu (3/9/2022).

“Aspirasi yang kami sampaikan sepertinya belum diikuti oleh pemerintah yang secara mengejutkan kemarin sewaktu akhir pekan secara sepihak menaikkan harga bbm,” kata Sartono kepada inilah.com, Senin (5/9/2022).

Selaku anggota Komisi VII, dirinya mendorong pemanggilang Menteri ESDM Arifin Tasrif guna membahas ihwal kenaikan BBM yakni Pertalite, Solar dan Pertamax. Padahal, dampak kenaikan BBM akan menambah beban hidup masyarakat luas.

“Tentu saja kami akan segera memanggil Menteri ESDM untuk dapat dilaksanakan rapat kerja dan menjelaskan skema kenaikan bbm dan dampaknya. Kami saat ini sangat memperhatikan dampak dari kenaikan harga BBM yang kami perkirakan akan menambah beban rakyat,” kata politisi Partai Demokrat itu.

Sartono menyebutkan, Komisi VII menilai dampak kenaikan BBM sudah berimbas. Gelombang pertama, tarif transportasi umum dan barang sudah naik. Gelombang selanjutnya akan disusul berbagai kenaikan tarif dan harga barang.

“Kami juga memetakan bahwa dampak dari kenaikan bbm dapat dibagi menjadi beberapa gelombang. Gelombang pertama sudah terlihat yaitu kenaikan pada tarif jasa transportasi dan barang yang berhubungan langsung dengan harga bbm. Kami menilai pemerintah belum sepenuhnya siap untuk meredam dampak kenaikan BBM ini,” kata Sartono.

Sartono mengaku tak habis pikir dengan kebijakan BBM yang diputuskan Presiden Jokowi. Kalau memang tujuannya menutup kebocoran subsidi BBM, tidak perlu menaikkan harga. Lakukan, pengawasan atau aturan yang jelas dan tegas bisa dijadikan solusinya.

“Kami akan terus mendorong pemerintah untuk meningkatkan kemampuan dalam penyaluran subsidi bbm agar semakin tepat sasaran dan meminimalkan kebocoran yang ada. Dengan mengurangi kebocoran maka anggaran subsidi BBM dapat ditekan,” sambung Sartono.

Anggota Komisi VII DPR asal PKS, Mulyanto meminta pemerintah membuka data harga pokok produksi (HPP) BBM bersubsidi yang berlaku selama ini. Ia merasa ada yang janggal terkait kenaikan harga BBM yang tergolong dadakan.

“Ini kan janggal. Pemerintah harus dapat menjelaskan berapa harga pokok produksi (HPP) Pertalite ini yang sebenarnya. Masa harganya masih lebih mahal daripada harga BBM di SPBU swasta. Selisih harga ini pasti akan menimbulkan pertanyaan dari masyarakat,” kata Mulyanto.

Sebab menurutnya, kalau Pemerintah benar-benar objektif menghitung harga pokok produksi dan harga keekonomian BBM, semestinya tidak ada alasan untuk menaikkan harga BBM jenis apapun. Karena harga minyak dunia terus anjlok hingga US$89 per barel.

“Sementara Pemerintah dan DPR sudah sepakat menetapkan asumsi makro harga minyak dunia sebesar USD 100 per barel. Artinya, fluktuasi harga minyak dunia masih dalam batas kemampuan anggaran negara. Dengan demikian Pemerintah tidak punya alasan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi,” kata Mulyanto.[ipe]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button