Dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri mengungkap, ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplet sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mendesak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memanggil Kepala Badan Pangan Nasional (Kabapanas) Arief Prasetyo dan Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Bayu Krisnamurthi buntut pengabaian prinsip regulator yang memperkuat dugaan mark up harga beras impor.
Menurutnya, benih-benih korupsi mulai tercium manakala suatu lembaga terbukti melakukan kelalaian adminstrasi. “Berarti itu ada kelalaian administrasi, kelalaian hitungan di atas kertas. Jadi korupsi itu dimulai dari kelalaian-kelalaian atau kesalahan administrasi,” kata Uchok kepada Inilah.com, Jakarta, Senin (8/7/2024).
Uchok menegaskan, tak ada lagi alasan lembaga antirasuah untuk menunda pemanggilan terhadap Kepala Bapanas Direktur Utama Bulog.
“Panggil lah itu Kepala Bapanas sama Dirut Bulog dipanggil saja untuk jangan-jangan mau cari untung itu, jangan hanya senang-senang duduk enggak punya tanggung jawab dia,” ujar Uchok, menegaskan.
Ia mengingatkan, izin dan transaksi ekspor-impor memang memiliki peluang korupsi yang cukup besar. Tidak hanya di sektor impor beras, namun potensi korupsi tersebut juga terjadi di berbagai lini. “Makanya mudah-mudahnya dengan dibukanya keran hukum impor beras ini menjadi shock therapy kepada pengusaha dan pemerintah dalam hal impor,” tuturnya.
Klaim Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagai regulator yang berfokus pada pembangunan ekosistem pangan nasional dengan prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif terbukti cuma ‘omon-omon’ alias omong kosong belaka.
Sebab, klaim tidak sejalan dengan dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri pada tanggal 17 Mei 2024 yang ditandatangani Plh Kepala SPI Arrahim K. Kanam.
Dalam dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri disebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplet sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
“Terdapat keterlambatan dan atau kendala dokumen impor yang tidak proper dan complete sehingga menyebabkan container yang telah tiba di wilayah Pabean/Pelabuhan tidak dapat dilakukan clearance,” bunyi dokumen itu, dikutip Senin (8/7/2024).
Dokumen itu juga menyebutkan bahwa kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum dapat dilakukan lantaran dokumen impor belum diterima melebihi waktu yang telah ditentukan.
“Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum diterima melebihi tanggal estimate time arrival ETA/actual time arrival dan atau dokumen belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar,” lanjut bunyi dokumen riviu tersebut.
Dokumen tersebut mengungkap telah terjadi kendala pada sistem Indonesia National Single Windows (INWS) di kegiatan Impor tahap 11 yang dilakukan pada bulan Desember 2023.
“Dokumen yang diterima belum lengkap dan valid sehingga perlu dilakukan perbaikan setelah submit ke aplikasi INWS berupa lembar survey (LS),” bunyi dokumen riviu tersebut.
Dalam dokumen riviu juga disebutkan terjadinya biaya demurrage atau denda karena perubahan Perjanjian Impor (PI) dari yang lama ke baru. Lalu ada juga phytosanitary yang expired dan kedatangan container besar dalam waktu bersamaan sehingga terjadi penumpukan container di pelabuhan.
Akibat tidak proper dan kompletnya dokumen impor serta masalah lainnya, telah menyebabkan biaya demurrage atau denda senilai Rp Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp 22 miliar, Rp 94 miliar dan Jawa Timur Rp 177 miliar.
Sebelumnya, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa mengatakan, Bapanas hanya sebagai regulator dalam soal impor beras dengan prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif. Hal ini disampaikan Gusti Ketut merespons laporan Studi Rakyat Demokrasi (SDR) ke KPK terkait skandal impor beras.
“Sebagai regulator yang diamanatkan Perpres 66 tahun 2021, tentunya prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif senantiasa kami usung,” katanya pada Inilah.com, Jumat (5/7/2024).
Diketahui, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu, (3/7/2024).
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.
“Kami berharap laporan kami dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan untuk Bapak Ketua KPK RI dalam menangani kasus yang kami laporkan,” kata Hari di depan Gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/7/2024)