News

Kemenkes: Hepatitis Akut Tidak Berpeluang Menjadi Pandemi

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan, penyakit hepatitis akut tidak berpeluang menjadi pandemi. Pasalnya, sebaran kasus penyakit ini secara global bergerak lambat.

“Tidak berpeluang pandemi jika melihat perkembangan jumlah kasus dan sampai saat ini hanya enam negara yang melaporkan hepatitis akut dengan jumlah kasus lebih dari enam pasien,” kata Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Rabu (11/5/2022).

Seperti dikutip Antara, Ia menjelaskan, seluruh kasus tersebut bersifat probable hepatitis akut misterius. Menurut dia, total kasus probable hepatitis akut secara global berjumlah 348 dengan 70 kasus tambahan masih dalam penyelidikan.

Sementara, mantan Direktur Penyakit Menular World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia) Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, kemungkinan hepatitis akut menjadi pandemi perlu melalui kajian pendahuluan WHO

“Tentang kemungkinan penyakit apapun jadi pandemi, maka akan melalui proses ditentukan dulu sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC),” katanya.

Ia memaparkan, PHEIC akan mengukur sejumlah barometer status pandemi, antara lain terkait sebaran penyakit lintas benua, menimbulkan masalah kesehatan yang berarti serta merupakan jenis penyakit yang baru.

“Lalu sesudah itu dilihat lagi perkembangannya, kalau terus meluas maka baru akan disebut pandemi,” katanya.

Apabila melihat pengalaman COVID-19, kata dia, WHO melaporkan pertama kali pada 5 Januari 2020. Kemudian dinyatakan PHEIC 31 Januari 2020 dan pandemi pada 11 Maret 2020.

Terkait 15 kasus dugaan hepatitis akut di Indonesia, Tjandra mengatakan, perlu dijelaskan apakah kasus itu termasuk klasifikasi WHO probable, epi-linked atau masih pending yang memerlukan investigasi lebih lanjut.

“Setidaknya akan baik kalau terungkap bagaimana hasil pemeriksaan virus hepatitis A sampai E pada 15 kasus itu,” katanya.

Tjandra juga mendorong hasil tes laboratorium terkait kemungkinan adanya virus lain, seperti SARS-COV-2, Adenovirus, Epstein Barr dan lainnya. Mungkin juga toksin dan ada tidaknya autoimun.

“Kalau memang sudah ada 15 kasus maka tentu sudah Penyelidikan Epidemiologis (PE) mendalam sehingga pola penularan dapat mulai diidentifikasi, baik antar kasus maupun juga dengan lingkungan dan lainnya.”

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button