Hangout

Kemenkes: Sakit TBC Bisa Bikin Miskin

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dr. Imran Pambudi, M.P.H.M mengatakan orang yang terkena penyakit Tuberkulosis (TBC) dapat menyebabkan perekonomiannya semakin menurun. Dia menambahkan, orang yang memiliki ekonomi rendah atau miskin, jika terkena TBC akan menjadi semakin miskin karena dia sulit bekerja.

“Orang yang TBC akan membuat dia dan keluarganya akan lebih miskin. Dan orang-orang miskin akan susah untuk keluar dari lingkaran setan ini. Orang miskin akan mudah tertular dan dia (orang miskin) akan jatuh ke TBC, begitu juga orang-orang yang TBC maka dia (orang miskin) akan jadi lebih miskin karena tidak bisa bekerja,” jelasnya saat temu media virtual memperingati Hari Tuberkulosis (TBC) sedunia 2023, Jakarta, Jumat (17/03/2023).

Mungkin anda suka

Masih menurutnya, dampak kerugian penyakit TBC terhadap perekonomian negara cukup besar, sebab hampir setengah dari para pekerja yang menderita ini akan kehilangan pekerjaannya. Hal ini diikuti oleh hampir 70 persen pekerja tersebut kehilangan pendapatan dan harus membiayai pengobatannya yang berlangsung cukup lama.

Kemudian, penderita TBC dari pekerja sektor informal memiliki angka yang tinggi. Menurut data yang diberikan per tahun 2022, buruh memiliki kasus tertinggi penderita TBC diikuti oleh petani, penternak dan nelayan. Selanjutnya sektor tenaga profesional medis dan non medis menduduki peringkat terendah.

“Dilihat dari data kami maka kasus TBC dari jenis pekerjaan ada dari buruh, kemudian petani, nelayan, dan lain-lain. Sepertinya memang sektor informal yang perlu kita sasar lebih bagus,” paparnya.

Selanjutnya untuk angka keberhasilan kasus TBC, masih berada sekitar 85 persen, target yang dicanangkan pemerintah adalah 90 persen. Angka keberhasilan kesembuhan penyakit ini banyak disumbangkan oleh para pekerja di sektor tenaga profesional medis dan non medis serta PNS, TNI/Polri.

“Di sini kita lihat bahwa ternyata memang dari sisi pekerjaan ini orang-orang yang mempunyai kualifikasi atau kalau masuk itu perlu edukasi tertentu, itu saya kira mereka lebih comply (patuh) terhadap pengobatan,” jelasnya

Pengobatan TBC

Menurutnya, level edukasi sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan karena dibutuhkan ketekunan dalam mengkonsumsi obat hingga dinyatakan sembuh. Untuk pengobatan orang yang menderita TBC Sensitif Obat (SO) memerlukan waktu minimal 6 bulan, sedangkan TBC Resisten Obat (RO) minimal membutuhkan waktu 1-2 tahun.

Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis di paru. Kondisi ini, kadang disebut juga dengan TB paru. Bakteri tuberkulosis yang menyerang paru menyebabkan gangguan pernapasan, seperti batuk kronis dan sesak napas.

Penderita TBC biasanya juga mengalami gejala lain seperti berkeringat di malam hari dan demam. Pengobatan penyakit tuberkulosis biasanya membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan aturan minum obat yang ketat guna mencegah risiko terjadinya resistensi antibiotik.

Jika tidak ditangani dengan segera, TBC dapat berakibat fatal. Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi bagian organ tubuh lainnya, seperti ginjal, tulang, sendi, kelenjar getah bening, atau selaput otak, kondisi ini dinamakan dengan TB ekstra paru.

Indonesia berada di urutan ke 2 negara dengan kasus TBC tertinggi di dunia setelah India. Ini  Data tahun 2022 menunjukkan, ada sekitar 969.000 penderita TBC di Indonesia. Penyakit ini dapat berakibat fatal bagi penderitanya jika tidak segera ditangani. Meski begitu, TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan dan bisa dicegah.

Sebelumnya, Kemenkes tahun lalu menyelenggarakan The 2nd Health Ministers Meeting (HMM) bertajuk Strengthening Global Health Architecture di Bali, Kamis (27/10/2022) untuk menindak lanjuti berbagai persoalan dalam mengatasi kesehatan global, khususnya TBC.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button