Di tengah maraknya disinformasi mengenai nyamuk ber-Wolbachia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, melalui Staf teknis komunikasi transformasi kesehatan, Ngabila Salama, menegaskan pentingnya edukasi tentang metode inovatif ini dalam menanggulangi Demam Berdarah Dengue (DBD). Ngabila menyoroti pentingnya menyampaikan informasi yang tepat untuk mengatasi hoaks yang beredar.
“Kami harus terus berupaya menyuarakan informasi yang benar tentang Wolbachia, meskipun dihadapkan pada banyak hoaks dan provokasi,” ujar Ngabila keterangannya, Rabu (10/1/2024).
Wolbachia, yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah terbukti efektif dalam mengurangi kasus dan kematian akibat DBD di berbagai negara, termasuk Myanmar dan Laos. Di Indonesia, Yogyakarta telah menjadi contoh sukses implementasi metode ini selama 10 tahun terakhir, dengan penurunan kasus DBD hingga 77%, pengurangan perawatan rumah sakit sebesar 86%, dan penggunaan fogging turun hingga 83%.
Menurut Ngabila, Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan. “Wolbachia tidak dapat hidup di dalam tubuh manusia dan ramah lingkungan, tidak merusak ekosistem,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa penggunaan fogging yang berlebihan dalam mengatasi DBD dapat menyebabkan mutasi pada nyamuk dan virus, serta mengganggu serangga lain.
“Vaksinasi” Nyamuk Aedes Aegypti
Ngabila menggambarkan Wolbachia sebagai semacam “vaksinasi” untuk nyamuk Aedes aegypti. Dengan Wolbachia, nyamuk yang sebelumnya menjadi pembawa virus DBD berubah menjadi “nyamuk baik” yang tidak membawa virus tersebut.
Program Wolbachia berjalan paralel dengan strategi pemberantasan sarang nyamuk atau PSN 3M Plus. Upaya ini meliputi penggunaan lotion anti-nyamuk, penggunaan kelambu, dan penyemprotan antinyamuk di jam-jam aktif nyamuk Aedes aegypti, yaitu antara pukul 08.00-10.00 dan 15.00-17.00 WIB.
Leave a Reply
Lihat Komentar