Kemnaker Dorong Imigrasi Deportasi WNA Tiongkok Pelaku Penganiayaan Wanita di Batam


Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan tak akan mentolerir Warga Negara Asing (WNA) asal Tiongkok bernama Chen Sen yang diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang perempuan muda di Batam, Kepulauan Riau.

“Bagaimanapun saya mengecam segala bentuk kekerasan. Kekerasan itu tidak dibenarkan, apalagi terhadap perempuan,” ujar Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, melalui keterangan resmi, Rabu (30/4/2025).

Oleh sebab itu, ia menyatakan, akan segera berkoordinasi dengan pihak Imigrasi untuk mendeportasi Chen Sen dari Indonesia.

“Kita juga bakal melakukan koordinasi dengan pihak Imigrasi untuk mendorong WNA tersebut dideportasi. Langkah-langkah ini kita lakukan agar masyarakat tidak menganggap semua WNA memiliki perilaku seperti ini. Kita mengecam tindakan tersebut,” kata dia.

WNA Aniaya Wanita di Batam

Kasus ini mencuat setelah IRS (20), perempuan asal Jodoh, Kota Batam, mengaku mengalami penganiayaan oleh CS. Akibat kejadian tersebut, IRS mengalami trauma berat dan hingga kini belum mampu menjalani aktivitas normal. 

“Korban masih trauma, bahkan tidak mau keluar dari rumah. Dia sangat takut dan merasa tidak aman, apalagi tahu pelaku masih bebas dan bekerja di Batam,” ungkap Butong, anggota keluarga korban.

Lebih mengejutkan, meski sebelumnya CS diklaim telah dideportasi, fakta di lapangan menunjukkan ia masih berada di Batam dan bekerja secara legal dengan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS). Hal ini menimbulkan kekecewaan mendalam dari keluarga korban yang merasa dibohongi oleh pihak Imigrasi. 

“Waktu itu orang Imigrasi bilang sudah dicabut izin tinggalnya dan pelaku akan dideportasi. Tapi kenyataannya sekarang dia masih kerja seperti biasa di Batam,” kata Butong.

IRS juga sempat menjalani visum dan menyerahkan bukti medis kepada pihak berwenang. Selain dugaan kekerasan fisik, keluarga korban menilai tindakan CS juga melanggar ketertiban umum, yang seharusnya menjadi dasar kuat untuk dilakukan deportasi.

Ternyata, CS sempat disebut secara terbuka oleh Ditjen Imigrasi dalam konferensi pers Operasi Wira Waspada di Bandara Internasional Hang Nadim, Kamis (13/3/2025). Saat itu, Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Yuldi Yusman, menunjukkan CS sebagai salah satu dari sejumlah WNA yang diamankan.

“Mana saja warga negara orang asing yang saat ini diamankan, jadi dapat saya jelaskan di sini ada satu inisial DB dari Austria, kemudian inisial ZH dari China, … inisial CS dari China, …,” ujar Yuldi saat menjawab pertanyaan wartawan.

Namun, langkah Imigrasi Batam yang dinilai tidak konsisten menindak CS berbuntut panjang. Pada Kamis (27/3/2025), massa dari Aliansi Indonesia Youth Congress Kepulauan Riau menggeruduk Kantor Imigrasi Batam, menuntut agar CS segera dideportasi.

Salah satu perwakilan massa menyatakan bahwa meskipun kasus penganiayaan telah diselesaikan lewat proses Restorative Justice (RJ), korban tidak menerima imbalan apa pun dan hanya meminta agar pelaku dideportasi. 

“Untuk kasus penganiayaannya kan ditangani Polsek Batam Kota. Setelah diproses, datang orang Imigrasi ini minta kasusnya di ‘RJ’ (damai). Berdamailah kami. Tapi di surat perjanjian itu, korban menegaskan tidak menerima imbalan apapun, hanya meminta pelaku segera dideportasi,” ujar salah satu massa aksi kepada wartawan.

Kekecewaan terhadap penanganan kasus ini juga disuarakan kuasa hukum IRS, Dr. Rolas Sitinjak, yang menilai tindakan Imigrasi tidak berpihak pada korban. “Kami kecewa karena tidak ada tindak lanjut terhadap pelaku. Korban dibiarkan hidup dalam ketakutan, sementara pelaku bisa bebas kembali seperti tidak terjadi apa-apa,” ucap Rolas.

Sementara itu, pihak Imigrasi melalui Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian, Kharisma Rukmana, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan tidak adanya pelanggaran keimigrasian oleh CS. “Sudah dilakukan tahap mediasi terhadap perwakilan demonstran kemarin. Kita menjelaskan bahwa tidak ada pelanggaran keimigrasian, sebab sudah ada surat SP3 terkait kasus dari CS,” kata Kharisma.

Meski begitu, tekanan publik terus menguat agar deportasi segera dilakukan demi keadilan dan rasa aman bagi korban serta masyarakat luas.