Kenaikan dan Kelangkaan LPG 3 Kg di Jakarta Akibat Aksi Borong Sejumlah Pihak


Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menduga kenaikan gas LPG kemasan 3 kilogram (kg) atau gas melon yang terjadi akhir-akhir ini diakibatkan adanya aksi borong (panic buying). Hal itu juga membuat tabung gas subsidi ini menjadi langka di pasaran.

“Kemarin terjadi panic buying  dari para pengecer warung-warung, dikarenakan adanya peraturan terbaru dari Ditjen Migas tentang penyesuaian ketentuan pendistribusian LPG kemasan 3 kg di sub penyalur atau pangkalan,” jelas Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) Hari Nugroho di Jakarta, Senin (3/2/2025).

Hari menjelaskan, panic buying terjadi karena peraturan larangan warung dan pengecer menjual gas melon. Pangkalan LPG 3 kg hanya menyalurkan kepada pengguna langsung yaitu rumah tangga, usaha mikro, petani, nelayan, dan sasaran.

“Terakhir faktor HET (Harga Eceran Tertinggi)  juga berpengaruh. Kita menetapkan HET sejak 2015 sesuai dengan Pergub 4 tahun 2015, HET Rp16.000 waktu itu. Kalau kita bicara daerah penyangga atau perbatasan dari Jakarta seperti Tangerang, Banten, Bogor, Depok, Bekasi, itu telah mengalami kenaikan HET per 2019. Kita sejak tahun 2015 belum naik, sehingga kuota kita berpotensi tergerus. Kuota kita bisa dimanfaatkan daerah penyangga,” jelas Hari.

Oleh sebab itu, kata Hari, pihaknya sedang mengupayakan penanganan kelangkaan. Salah satunya dengan meminta para agen atau pangkalan memonitor ketersediaan stok di pangkalan dengan foto laporan kondisi pagi dan sore.

Kemudian, agen diminta untuk segera menyuplai ke wilayah-wilayah yang stok di pangkalannya sudah kosong atau akan habis.

“Tentunya ke depan kita akan membahas HET tadi, untuk dinaikkan sesuai dengan daerah penyangga,” kata Hari.

Sebelumnya, Hari juga telah membenarkan bahwa memang terjadi kelangkaan gas LPG 3 kg di berbagai lokasi. Sebab, pemerintah mengurangi kuota gas elpiji bersubsidi pada 2025.

Hari menjelaskan sejak awal kuota elpiji subsidi untuk Jakarta di 2025 sebesar 407.555 MT. Sementara realisasi penyaluran di 2024 sebesar 414.134 MT.

Kemudian, kelangkaan ini juga terjadi karena adanya tanggal merah namun tidak diizinkan melakukan penambahan kuota yang ada. Sehingga untuk penyaluran tanggal merah di 27 Januari dan 29 Januari mengambil 50 persen dari alokasi minggu sebelumnya.