News

Kepemimpinan Silih Berganti, Tak Bawa Kemajuan PPP sebagai Partai Tua

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memasuki usia setengah abad pada hari ini. Selama 50 tahun ini, telah sebanyak delapan kali mengalami pergantian ketua umum. Pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Tb. Massa Djafar mencermati kepemimpinan PPP yang sudah banyak silih berganti, tidak membawa pengaruh signifikan kepada kemajuan partai.

Menurut Tb. Massa Djafar, para pemimpin PPP tidak saja gagal mempertahankan PPP sebagai representasi aspiiasi umat Islam, tapi juga kehilangan orientasi. “Di mana para elite PPP lebih berorientasi pada kepetingan pribadi ketimbang kepentingan  partai,” katanya kepada Inilah.com di Jakarta, Rabu (5/1/2023).

“Para elite PPP telah menggantungkan dirinya kepada penguasa. “Tidak berjarak, tidak bersikap kritis dan tak konsistensi dalam  memperjuangkan dan berpihak kepada aspirasi umat. Saat pilpres misalnya, pilihan politik elite politik PPP berseberangan dengan aspirasi politik konstituennya,” jelas Ketua Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Politik Unas ini.

Oleh karenanya, Tb. Massa Djafar menegaskan bahwa tali-temali faktor internal dan eksternal menyebabkan konflik internal elite PPP sukar menemui jalan penyelesaian.

“Terjebak pada konflik berkepanjangan yang cukup menguras energi ketimbang melakukan transformasi partai, melakukan berbagai terobosan dalam menjawab tantangan,” ungkapnya.

Ia memandang setengah perjalanan PPP sebagai partai kritis terhadap penguasa semakin redup dan mengalami disorientasi.  Akhirnya perjalanan setengah abad PPP, diwarnai kegagalan elite PPP membawa perubahan baik internal maupun eksternal partai. “Berimplikasi kepada massa PPP, mereka mengalami keterasingan terhadap partainya, sebagian pindah ke partai lain,” tutur Tb. Massa Djafar.

Sementara itu, di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Mulyadi kepada Inilah.com di Jakarta, Selasa (3/1/2023), menyoroti kembalinya mantan Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy atau Romy ke jajaran pengurus elite PPP sebagai Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP setelah keluar dari penjara dalam kasus korupsi.

Mulyadi mengatakan hal yang sulit dihindari dari kembalinya Romy duduk di jajaran elite partai adalah implikasinya pada beberapa aspek, tiga di antaranya paling utama, yakni pertama, di internal partai terbukanya ruang konsolidasi bagi dua elite inti kubu Romy, yakni elite penghubung dan elite antara  yang akan berjuang untuk tinggal kelas dan naik kelas dengan cara menyingkirkan elite partai saingannya.

Kedua, sambung Mulyadi, terbukanya ruang bagi konflik internal partai akibat resistensi dan tersingkirnya atau hilangnya posisi saingan kubu Romy. Konflik internal ini suka atau tidak suka akan berimplikasi pada aspek ketiga, yakni melemahnya semangat elite partai dalam pencarian dukungan dari pemilih yang berarti pula suara partai akan mengalami penurunan atau setidaknya perolehan suara partai tidak mengalami perubahan signifikan.

“Jika demikian implikasinya maka harusnya kebijakan partai adalah menunda dulu mengangkat Romy untuk duduk pada posisi strategis yang berpotensi,” tutur Mulyadi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button