Kanal

Kepicikan Rasmus Paludan, Adab dan Etika Memegang Alquran

Alquran adalah perkataan Allah SWT yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab suci ini petunjuk bagi manusia yang dipedomani oleh umat Islam. Permasalahan apapun termaktub dalam Alquran.

Karena itu, umat Islam sangat wajar marah ketika kitab sucinya tersebut sengaja dibakar terlebih atas nama kebebasan berekspresi. Pembakaran terjadi saat aksi protes anti-Turki yang menjegal bergabungnya Swedia dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau Nort Atlantic Treaty Organization (NATO). Pembakarnya seorang politikus Swedia, Rasmus Paludan, ekstremis sayap kanan di Kota Malmo, Swedia, di luar Gedung Kedutaan Besar Turki di Stockholm, pada Sabtu (21/1/2023).

Sontak perlakuan itu menimbulkan reaksi kemarahan umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Mereka mengecam aksi yang mencederai kerukunan dan menunjukkan sikap tidak saling menghormati kepercayaan serta keyakinan dalam beragama ini.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, misalnya, menilai pembakaran Alquran oleh Rasmus Paludan merupakan perbuatan tercela. Ini menggambarkan sikap dan pandangan yang picik serta kebencian kepada Islam yang berlebihan. “Perbuatan itu seharusnya tidak dilakukan jika Rasmus menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme dan multikulturalisme,” jelas Mu’ti.

Ketua PBNU Prof Mohammad Mukri mengimbau umat Islam tidak terprovokasi dengan menanggapi secara emosional tindakan tak terpuji itu. Apalagi dengan balasan tindakan tidak terpuji pula, maka hal itu tidak akan menyelesaikan masalah.

“Mari kita tunjukkan bahwa Islam adalah agama Rahmatan lil Alamin yang cinta kedamaian. Jadi jangan habiskan energi untuk ribut apalagi membalasnya dengan tindakan yang tidak mencerminkan nilai-nilai agama Islam,” tandasnya.

Lantas bagaimana pandangan Islam terkait pembakaran Alquran? Imam Al-Syafi’i menuturkan, “Tidak ada kasus baru di dunia ini melainkan ditemukan jawabannya dalam Alquran”. Sebab itu, Alquran harus dihormati keberadaannya. Islam membuat aturan khusus bagaimana cara berinteraksi dengan Alquran.

Ada beberapa adab dan etika yang harus dijaga saat memegang dan membaca Alquran. Di antaranya, orang yang menyentuhnya harus dalam keadaan suci (berwudhu).

Demikian juga ketika menemukan lembaran atau sobekan Alquran, tidak boleh langsung membuangnya karena dikhawatirkan nanti ada yang menginjaknya baik sengaja ataupun tidak. Cara yang benar menurut ‘izzuddin Ibn ‘Abdul Salam adalah membakar sobekan Alquran atau membasahinya dengan air agar tinta dan tulisannya hilang. Pendapat ini dikutip oleh Zakariya al-Anshari dalam Asna al-Mathalib ketika menjelaskan hukum membakar sobekan Alquran.

Berikut kutipannya: “Dimakruhkan membakar kayu yang terdapat ukiran Alquran di permukaannya. Akan tetapi, tidak dimakruhkan (membakar) bila tujuannya untuk menjaga Alquran. Atas dasar itu, pembakaran mushaf-mushaf yang dilakukan Utsman bin Affan dapat dipahami. Ibn Abdil Salam mengatakan, orang yang menemukan kertas bertulis basmalah dan lafal agung lainnya, janganlah langsung merobeknya hingga tercerai-berai karena khawatir diinjak orang. Namun cara yang benar adalah membasuhnya dengan air atau membakarnya dengan tujuan menjaga nama Allah dari penghinaan.”

Membakar kayu atau kertas yang terdapat ayat Alquran dimakruhkan oleh para ulama bila tidak diniatkan untuk menjaga Alquran. Dengan demikian, tidak dimakruhkan membakarnya jika tujuannya untuk menjaga kita suci itu. Daripada nanti akan diinjak oleh orang lain, baik sengaja ataupun tidak sengaja, lebih baik dibakar atau disiram air agar tulisannya hilang.

Pada masa sekarang, membakar sobekan Alquran tampaknya lebih efektif dari membasahinya. Berdasarkan pertimbangan inilah, para ulama memahami kebijakan Utsman bin Affan tentang pembakaran mushaf. Tujuan Utsman membakar Alquran bukan untuk merendahkan ataupun menghina, tetapi ingin menyelamatkan Alquran. Perlu digarasibawahi, bila tujuan membakar Alquran untuk menghina atau merendahkan, perbuatan ini diharamkan dan dilarang keras dalam Islam.

Dengan demikian, perbuatan Rasmus Paludan jelas bertujuan menghina Islam, terlebih dia merupakan seorang non-muslim yang mengatasnamakan kebebasan berekspresi.

Atas kejadian ini, saatnya umat Islam menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama cinta damai. Meski begitu, pemerintah sepatutnya melayangkan protes kepada Swedia, dan memanggil duta besarnya di Jakarta sebagai wujud keprihatinan atas aksi yang tidak mengedepankan akhlakul karimah tersebut.

Pemerintah Indonesia sendiri melalui Kementerian Luar Negeri RI mengecam aksi ini yang menyebutnya sebagai bentuk penistaan kitab suci dan menodai toleransi antarumat beragama.

“Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Alquran oleh Rasmus Paludan, politikus Swedia, di Stockholm,” demikian pernyataan Kemlu di akun Twitter resminya.

Pembakaran kitab suci Alquran atas nama kebebasan berekspresi dan demokrasi bukan saja tindakan tidak bertanggung jawab, tetapi perbuatan seorang pengecut, dan keburukan yang harus dikutuk serta dilawan dengan cara beradab. [berbagai sumber]

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button