Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo. (Foto: Antara).
Tak ada angin apalagi hujan, keuangan BPJS Kesehatan terancam defisit hingga Rp20 triliun. Ujung-ujungnya minta kenaikan iuran. Di tengah banyaknya rakyat yang sedang mengalami kesulitan keuangan.
Anehnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti tetap saja santai. Seolah tak ada apa-apa. Padahal, ancaman defisitnya cukup gede. Rp20 triliun.
Dampak dari kesulitan keuangan ini, Ali mengatakan, BPJS Kesehatan mengalami gagal bayar klaim sejumlah peserta. Kondisi keuangan yang defisit ini terjadi karena klaim kesehatan yang dibayarkan kepada peserta, lebih besar ketimbang premi yang dibayarkan kepada para anggota JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
“Tahun ini, potensi defisit itu tidak besar. Sekitar Rp20 triliunan. Mungkin tidak ada gagal bayar sampai 2026. Makanya mau disesuaikan (pembayaran iuran peserta) tahun 2025,” kata Ali di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Senin (11/11/2024).
Ali menjelaskan, saat ini, BPJS Kesehatan tengah mengajukan kenaikan iuran kepada Presiden Prabowo. Harapannya langkah ini bisa menekan defisit BPJS Kesehatan dan menghindari kondisi gagal bayar klaim.
Targetnya, pada pertengahan tahun 2025 telah disusun tarif baru iuran BPJS Kesehatan bagi para peserta JKN. “Nanti Juni atau Juli 2025, akan ditentukan kira – kira berapa iuran, target manfaat, dan juga tarif,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan, Mahlil Ruby menambahkan pada tahun 2024 peserta BPJS Kesehatan bertambah sekitar 30 juta baru. Pertambahan ini akhirnya membuat klaim yang dibayarkan juga ikut meningkat.
Di satu sisi, Mahlil menjelaskan dari peserta baru itu yang masih aktif menjadi peserta atau membayar premi secara rutin hanya sebanyak 7 juta. “Itu fenomena bocor, jadi lebih besar yang kita rekrut, kecil yang menjadi uang,” tambah Mahlil.
Menurutnya, kondisi premi yang stagnan ini disebabkan oleh kenaikan upah yang rendah, peserta aktif di dominasi kelas 3, hingga validasi data yang kurang tepat.
Sedangkan peningkatan cost yang ditanggung BPJS Kesehatan bersumber dari peningkatan akses alias adanya tambahan faskes dan kapasitas, peningkatan kasus penyakit berbiaya mahal, peningkatan kelas RS, kunjungan RS didominasi oleh peserta penyakit kronis, hingga potensi fraud.
“Saya ingin mengatakan bahwa kalau kita tidak melakukan sesuatu kebijakan apapun, maka pada tahun 2026 kita akan defisit atau aset negatif. Gagal bayar bisa terjadi pada Maret 2026,” pungkasnya.