News

Ketika Sri Mulyani Dicecar DPR Karena Uang Rakyat Rp4,3 Triliun Digelontorkan untuk Kereta Cepat

Sejumlah anggota Komisi XI DPR mencecar Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait pengucuran uang rakyat sebesar Rp4,3 triliun untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Salah satu yang mempertanyakan yaitu anggota Komisi XI Kamrussamad. Kamrussamad mempertanyakan inkonsistensi pemerintah terhadap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Ia menyampaikan rasa prihatin yang mendalam atas perubahan skema pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang tadinya business to business (B2B) dengan dibentuknya konsorsium BUMN dengan perusahaan China, namun kini harus menggunakan APBN

“Karena itu perlu penjelasan secara moral, secara politik kepada kami di DPR, apa dasar mengubah skema tersebut? sehingga kita punya juga bahan untuk bisa menjelaskan ke publik terhadap pertanyaan-pertanyaan perubahan kebijakan tersebut,” kata Kamrussamad dalam rapat kerja dengan Sri Mulyani di ruang rapat Komisi XI, Senayan, Jakarta, Senin (8/11/2021).

Senada dengan Kamrussamad, anggota Komisi XI Bertu Merlas juga meminta penjelasan Sri Mulyani.

“Ada yang sedikit mengganjal seperti yang telah disampaikan oleh teman-teman tadi, pertama masalah kereta api Jakarta-Bandung. Dulu kita sama-sama tahu bahwa ada cerita antara China dan Jepang dan ini B2B, tiba-tiba ini ada APBN. Saya ingin meminta penjelasan lebih lanjut dari Bu Menteri,” kata Bertu.

Menjawab pertanyaan dari Komisi XI, Sri Mulyani menjelaskan, suntikan modal tersebut disalurkan melalui PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero, bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang totalnya Rp 20,1 triliun. SAL, sambung Sri, dikucurkan untuk tiga entitas termasuk KAI.

Sri juga menjelaskan latarbelakang pemerintah mengucurkan PMN untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

“Ini proyek KCJB yang tadinya business to business, dimana BUMN yang seharusnya memenuhi kewajiban namun karena PT Kereta Api mengalami pukulan dari situasi COVID, jumlah penumpang merosot tajam maka kemampuan BUMN untuk memenuhi ekuitas awal dari kereta cepat tidak bisa dipenuhi oleh mereka. Sehingga pemerintah memasukkan Rp 4,3 triliun di dalam Kereta Api Indonesia di dalam rangka untuk memenuhi base ekuitas awal dari penyelesaian kereta cepat Jakarta-Bandung,” jelas Sri.

Perubahan skema pembiayaan dari B2B ke APBN ini telah disetujui Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 93 Tahun 2021.

Sebagai informasi, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini pada mulanya akan digarap oleh Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Bahkan Jepang telah menggelontorkan modal awal sebesar US$3,5 juta sejak tahun 2014 untuk mendanai studi kelayakan.

Hitungan Jepang, nilai investasi kereta cepat mencapai US$6,2 miliar. 75 persen pembangunannya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.

Namun pada tahun 2015, China menyalip Jepang dengan turut melakukan studi kelayakan. Studi ini dilakukan setelah mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menandatangani nota kesepahaman kerjasama dengan Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi pada Maret 2015.

China menawarkan nilai investasi yang lebih murah dari Jepang sebesar US$5,5 miliar dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan Indonesia, yang berasal dari konsorsium BUMN.

Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun serta bunga 2 persen per tahun.

Bahkan China menjamin pembangunan ini tak menguras dana APBN Indonesia. Pada 21 Januari 2016, Presiden Jokowi melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek tersebut.

Penugasan proyek kereta cepat dikerjakan oleh konsorsium BUMN yang terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PTPN VIII, PT Jasa Marga (Persero), dan PT KAI (Persero).

Keempat BUMN ini membentuk perusahaan patungan bersama konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co.Ltd yang terdiri dari China Railway International Co Ltd, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

Gabungan dua korsorsium ini diberi nama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).

Sebagai pimpinan konsorsium yang akan menggantikan PT Wijaya Karya, PT KAI diwajibkan menyetor modal awal terlebih dahulu senilai Rp 4,3 triliun.

Direktur Keuangan & Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya melaporkan ke anggota dewan, bahwa kebutuhan investasi proyek tersebut membengkak dari US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) menjadi US$8 miliar atau setara Rp114,24 triliun. Estimasi itu turun dari perkiraan awal mencapai US$8,6 miliar atau Rp122,8 triliun.

Pada akhir tahun 2022, Presiden Jokowi bersama Presiden China Xi Jinping juga akan diagendakan menjajal kereta ini.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini akan menghubungkan empat stasiun, yaitu Stasiun Halim, Stasiun Kawarang, Stasiun Walini, dan Stasiun Tegalluar yang berada tidak jauh dari kawasan Gedebage.

Total panjang jalur yang dilalui oleh kereta cepat Jakarta-Bandung adalah 140,9 km. Di setiap stasiun, direncanakan akan dibangun Transit Oriented Development (TOD) yang disebut untuk mendorong lahirnya sentra ekonomi baru di koridor Jakarta-Bandung.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button