Ketua KPK Amini Kasus Dugaan Suap Petinggi Harita Group Dikembang ke Soal Tambang

Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango membenarkan bahwa pihaknya tengah mengembangkan kasus dugaan suap petinggi Harita Group ke Gubernur Maluku nonaktif, Abdul Gani Kasuba (AGK).  Salah satu yang jadi fokus pengembangan yakni, terkait dugaan rasuah menyangkut pertambangan.

“Bahasanya teman-teman penyidik itu kan ada pengembangan-pengembangan dari penanganan perkara itu, kita lihat apa sampai situ apa gimana,” ujar Nawawi Pomolango, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/1/2024) malam.

Meski demikian, Nawawi enggan membeberkan lebih detail pengembangan kasus yang bermula dari penetapan Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), Stevi Thomas menjadi tersangka.

Yang jelas, kata Nawawi, pengembangan dilakukan menyusul temuan tim penyidik KPK saat melakukan penggeledahan di kantor PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) beberapa waktu lalu.

“Kita akan lihat dokumen apa saja yang ditemukan teman-teman,” kata Nawawi.

Awal mula kecurigaan adanya pengembangan dugaan rasuah terkait pertambangan, mengemuka setelah penyidik KPK memerika Ketua DPD Partai Gerindra Maluku Utara (Malut), Muhaimin Syarif pada Jumat (5/1).  KPK menduga terdapat praktik rasuah terkait pengurusan izin tambang di Malut.

Lembaga antikorupsi menduga Muhaimin Syarif turut serta dalam penerimaan sejumlah uang bersama-sama tersangka Gubernur Malut nonaktif, Abdul Gani Kasuba (AGK) terkait perizinan tambang. Muhaimin Syarif yang merupakan Caleg DPR dari dapil Malut itu diduga ‘makelar’ pengurusan izin tambang.

“Jadi dugaanya turut serta kedalam dugaan penerimaan bersama tersangka AGK dalam perizinan tambang,” ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri di kantornya, Jakarta, Selasa (9/1).

Syarif diduga salah satu orang kepercayaan Abdul Gani Kasuba terkait penerimaan uang atas pengurusan izin tambang. Namun demikian, Ali ogah mememberkan lebih jauh soal peran Muhaimin Syarif.

“Iya, iya (Muhaimin Syarif diduga salah satu orang kepercayaan Abdul Gani Kasuba terkait pengurusan izin tambang)” ucap Ali.

Ali membenarkan Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), Stevi Thomas (ST) salah satu pihak yang dijerat KPK atas dugaan pemberi suap. NCKL merupakan salah satu anak usaha dari perusahaan pertambangan nikel, Grup Harita.

“Harita kan salah satunya sudah jadi tersangka,” ucap Ali.

Kronologi Kasus

Pada kasus ini, KPK baru menetapkan 7 orang tersangka usai Oprasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Malut dan Jakarta pada Senin (18/12). Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Ghani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Malut, Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut.

Kemudian, Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut, Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan, Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), anak usaha Harita Group, Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.

Dalam perkaranya, Abdul Ghani ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan. Untuk menjalankan misinya tersebut, Abdul Ghani kemudian memerintahkan Adnan, Daud, dan Ridwan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Malut.

Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Malut mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Ghani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Selain itu, Abdul Ghani juga sepakat dan meminta Adnan, Daud dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.

Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian. Selain itu, Abdul Gani Kasuba diduga salah satunya menerima suap dari Stevi Thomas melalui Ramadhan Ibrahim. Sejauh ini KPK menduga pemberian uang oleh Stevi Thomas itu terkait pengurusan perijinan pembangunan jalan yang melewati perusahannnya.

Abdul Ghani selain itu juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Malut untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Malut.

Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp 2,2 miliar. Uang-uang tersebut kemudian digunakan di antaranya untuk kepentingan pribadi Abdul Ghani berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.

Sumber: Inilah.com