News

Ketua MUI: Kontrol Agama dan Penularan Kunci Penanggulangan HIV/AIDS

Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis menilai, bahwa pemahaman agama dan perilaku menjaga kesehatan menjadi faktor penting dalam menekan kasus HIV/AIDS. Pasalnya, dengan pendekatan agama akan membuat masyarakat takut melakukan perilaku menyimpang dan hukuman sosial.

“Bahwa menjaga kesehatan bagian dari iman dan keimanan kita mengajarkan adalah seks yang tidak boleh seperti LGBT tidak boleh juga seks bebas bukan dengan pasangan yang sah,” kata Kiai Cholil kepada Inilah.com, Rabu (31/08/2022).

Mungkin anda suka

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menambahkan, jika banyak pengidap HIV/AIDS, bukan semata-mata akibat maraknya prostitusi, tapi bisa karena penularan.

“Maka perlu dilakukan pencegahan dan pengobatan. Preventif itu lebih baik dari pada kuratif. Penyakit itu diobati bukan dipoligami,” kata Kiai Cholil.

Menurut Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok itu penularan juga sering ditemui pada jarum suntik. Penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan pengidap HIV, merupakan penularan HIV yang terbilang umum.

“Bisa juga penyebaran itu jarum suntik dan jarum suntik bukan dengan poligami akan menularkan ke temannya kepada istrinya itu bukan poligami tapi bisa di-tracking kemudian dilakukan antisipasi dan penyadaran untuk tidak melakukan penyimpangan dari hukum adat kita dan dari hukum agama kita,” katanya.

Sorotan Wagub Uu

Sebelumnya, Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum menyoroti kasus HIV/AIDS yang meningkat signifikan di Kota Bandung. Uu pun menyebut menikah dan poligami sebagai solusinya.

Menurut Uu, menikah merupakan ibadah yang menjadi salah satu sunnah Rasulullah SAW. Pun setiap ibadah pasti punya nilai kebaikan bagi yang menjalankannya.

Tujuan lain dari ibadah menikah, kata Uu, juga untuk menjauhkan diri dari zina. Terbukti, perzinaan membawa banyak mudharat, mulai dari penyakit kelamin menular, hingga paling parah terjangkit penyakit HIV/AIDS.

Diketahui, fenomena HIV/AIDS, kini tengah menghebohkan masyarakat Kota Bandung, di mana Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bandung membeberkan fakta bahwa dari 5.943 kasus positif HIV di Bandung selama periode 1991-2021, 11 persen di antaranya menjangkiti ibu rumah tangga (IRT).

Salah satu pemicunya adalah suami yang melakukan hubungan seks tidak menggunakan pengaman dengan pekerja seks. Selain IRT, 6,9 persen atau 414 kasus terjadi pada mahasiswa.

“Sekarang kan sedang viral di Bandung, ternyata ibu-ibu banyak yang kena HIV/ AIDS. Kedua, anak-anak muda banyak juga yang kena,” ujar Uu, dalam keterangannya, Selasa (30/8/2022).

Uu menegaskan, bahwa dalam agama, khususnya Islam, perzinaan memang sangat dilarang. Maka, pernikahan menjadi solusi untuk memelihara sesorang dari perbuatan zina.

Uu pun mengatakan, bahwa upaya lainnya, seperti sosialisasi, penyuluhan, sex education atau pendidikan terkait seks harus lebih serius diberikan kepada generasi muda agar terhindar dari perbuatan terlarang itu.

“Allah SWT tidak akan membuat sebuah larangan kecuali kalau dilaksanakan akan mendapatkan kemudharatan, kemafsadatan, kepayahan, kerugian,” katanya.

Begitu juga Allah SWT tidak akan mengimbau melaksanakan sesuatu apakah itu ibadah sunnah, wajib, kecuali kalau dilaksanakan ada manfaat, maslahat, kebarokahan, juga kebaikan, termasuk menikah tujuannya ibadah dan berpoligami tujuannya juga ibadah.

“Nah, menurut saya di samping harus ada pemahaman tentang bahaya HIV/AIDS, kemudian juga tentang pendidikan seks terhadap masyarakat dan juga penyuluhan dari pemerintah tentang HIV/AIDS, masyarakat sendiri harus mempunyai keberanian untuk bersikap,” lanjut dia.

Mendorong anak muda menikah

Oleh karena itu, khusus untuk anak muda, Uu menyarankan agar segera menikah jika sudah tidak kuat ingin menyalurkan hasrat birahinya karena hasrat seksual merupakan hal biologis yang juga manusiawi. Akan tetapi, kata Uu, tetap harus disalurkan dengan cara yang benar sesuai syariat agama.

Apalagi, di era digital saat ini, konten-konten yang menarik perhatian mata dan membangkitkan hasrat seksual mudah ditemui. Sisi lain kecanggihan teknologi juga memudahkan akses generasi muda yang ingin ‘nakal’ berselancar menemukan hal- hal berbau memancing hasrat.

Uu juga mendorong keluarga di Jabar agar memberikan dukungan bila ada anak di keluarganya ingin menikah ketimbang terjadi hal yang tidak diharapkan di luar pernikahan.

“Saya berharap kepada anak-anak muda kalau kebelet kawin saja, orang tua memberikan dukungan jangan dihalang-halangi, kalau dihalangi semacam itu, khawatir lebih parah lagi (dampaknya),” katanya.

“Nikah muda juga belum tentu sengsara, berantakan, apalagi kalau nikahnya niatnya ibadah. Sekali pun sedang kuliah atau belum dapat kerja atau lainnya kalau sudah kebelet ya bagaimana,” sambung Uu.

Lebih lanjut Uu mengatakan, melihat fenomena kaum IRT yang juga banyak tertular HIV/AIDS, maka salah satu solusinya adalah berpoligami agar suami tidak ‘jajan sembarangan’.

Menurutnya, bila suami tidak cukup dengan satu pasangan, maka agama pun mengizinkan suami berpoligami dengan syarat dan sejumlah catatan besar seperti harus mampu adil dan bijaksana.

“Daripada seolah-olah dia (suami) tidak suka begitu, tapi akhirnya kena (HIV/AIDS) ke istrinya sendiri, toh agama juga memberikan lampu hijau asal siap adil kenapa tidak? Makanya, dari pada ibu kena (HIV/AIDS) sementara ketahuan suami seperti itu mendingan diberikan keleluasaan untuk poligami,” tuturnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button