Setelah Moody’s dan Fitch, lembaga pemeringkat kredit global S&P menurunkan peringkat kredit ‘Israel’ dari A+ ke A. Lembaga ini memajukan keputusan tersebut lima minggu di tengah eskalasi dengan Hizbullah, yang dapat mengakibatkan perang skala penuh.
Menurut Media Israel Ynet, meskipun penurunan peringkat ditentukan sebelum serangan rudal Iran terhadap Tel Avif pada Selasa (2/10/2024), S&P menyatakan perlunya rilis lebih awal karena meningkatnya ketegangan geopolitik. “Pengumuman yang tidak dijadwalkan itu didorong oleh peningkatan signifikan risiko geopolitik dan keamanan Israel,” kata laporan itu.
S&P juga memperingatkan bahwa perang yang sedang berlangsung di Gaza dan meningkatnya konfrontasi di garis depan utara, termasuk upaya Israel yang gagal untuk melancarkan invasi darat di Lebanon, dapat berlanjut hingga 2025, sehingga meningkatkan kemungkinan tindakan pembalasan. Akibatnya, lembaga tersebut menyesuaikan perkiraan ekonomi Israel, dengan memperkirakan pertumbuhan 0% pada 2024 dan 2,2% pada 2025.
Badan tersebut juga memperkirakan defisit fiskal sebesar 9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun ini, melampaui target pemerintah sebesar 6,6%, dan 6% untuk tahun depan. Langkah S&P ini menyusul keputusan Moody’s beberapa hari sebelumnya, yang menurunkan peringkat kredit Israel sebanyak dua tingkat menjadi Baa1.
Menurut Ynet, Moody’s dan S&P telah menurunkan peringkat Israel awal tahun ini, menandai pertama kalinya kedua lembaga tersebut melakukannya sejak mereka mulai memberi penilaian terhadap negara tersebut pada akhir 1990-an. Sekarang, kedua lembaga tersebut telah menurunkan peringkat Israel lagi dalam beberapa hari, dengan alasan meluasnya perang dengan Poros Perlawanan.
Fitch, lembaga pemeringkat kredit utama ketiga, baru-baru ini juga menurunkan rating Israel untuk pertama kalinya dan diperkirakan akan segera mengeluarkan penurunan peringkat lagi. Meskipun S&P menurunkan peringkat, rating A Israel tetap satu tingkat di atas Moody’s, yang sekarang menempatkan Israel dalam kategori B, mengelompokkannya dengan ekonomi tingkat menengah.
Ekonomi Israel Bahaya Serius
Laporan terbaru The Washington Post pada 27 September menyoroti tantangan signifikan yang dihadapi ekonomi Israel di tengah agresi Tel Aviv terhadap Lebanon dan Gaza. Israel telah mengalami penurunan peringkat kredit dan kontraksi tajam dalam produk domestik bruto.
Puluhan ribu bisnis telah tutup, dan semakin banyak pekerjaan yang dialihdayakan. Banyak tentara cadangan Israel harus menghentikan karier mereka atau berjuang untuk menyeimbangkannya dengan komitmen dinas militer.
Industri konstruksi dan pertanian juga menghadapi tantangan yang signifikan. Menurut Biro Statistik Pusat, pariwisata telah anjlok lebih dari 75%, yang mengakibatkan banyak pertokoan tutup.
Di sisi lain, pengeluaran militer setidaknya meningkat dua kali lipat. Bank Sentral Israel memperingatkan bahwa perang yang sedang berlangsung dapat menelan biaya US$67 miliar hingga tahun 2025. Prediksi ini dibuat sebelum eskalasi terbaru Israel di Lebanon dan mobilisasi dua brigade cadangan ke garis depan utara.
“Perekonomian berada dalam bahaya serius kecuali pemerintah bangkit,” kata ekonom Israel Dan Ben-David, yang mengepalai Shoresh Institution for Socioeconomic Research, kepada The Washington Post.