Kanal

Kisah Akhlak Para Wali: Makan Bersama Kaum Lemah

Pada suatu hari Sayidina Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib radiyallahu anhu melewati orang-orang miskin yang biasa meminta-minta di tepi jalan. Pada saat itu mereka sedang makan bersama menyantap sepotong roti di atas pasir. Dari atas kendaraannya beliau mengucapkan salam kepada mereka Setelah membalas salamnya, mereka berkata:

“Wahai cucu Rasulullah SAW, mari makan siang bersama kami.”

“Baiklah, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang menyombongkan diri,” jawab beliau.

Beliau lantas turun dari kendaraannya, duduk di atas pasir dan makan bersama mereka.

Selesai makan, beliau mengucapkan salam kepada mereka, menunggangi kendaraannya dan berkata:

“Aku telah memenuhi undangan kalian, maka kini penuhilah undanganku.”

“Baiklah” jawab mereka.

Sayidina Hasan menentukan waktu tertentu dan mereka pun menghadiri undangan beliau. Dalam jamuan tersebut Sayidina Hasan radhiyallahu ‘anhu menghidangkan makanan terbaiknya dan duduk makan bersama mereka.

Dalam kesempatan lain, Sayidina Hasan radhiyallahu ‘anhu melewati sekelompok anak yang sedang menyantap sepotong roti. Anak-anak itu lalu mengundang beliau untuk makan bersama mereka. Beliau pun turun dari kendaraannya dan turut makan bersama mereka.

Hikmah Di Balik Kisah

Saat tenar, terkenal, berharta dan berkedudukan mulia, manusia sering kali lupa akan hakikatnya yang tidak memiliki apa-apa. Sehingga, tidak jarang yang bersikap sombong, merasa lebih mulia dari kebanyakan manusia. Kesombongan itu bahkan menyebabkannya enggan disapa oleh orang-orang yang kurang berharta, apalagi untuk menyapa mereka.

Lain halnya dengan kaum sholihin, mereka sangat mencintai fakir miskin. Duduk bersama mereka akan melembutkan hati dan menentramkan jiwa. Sayidina Hasan, cucu Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassalaam, dengan segala kelebihannya, tidak merasa malu untuk menyapa para peminta, duduk di pinggir jalan, beralaskan pasir bertemankan debu dan makan seadanya bersama mereka, demi menyenangkan hati mereka.

Beliau pun sangat menghargai mereka dan benar-benar menjadikan undangan mereka itu sebagai sebuah kehormatan yang harus dibalas dengan undangan yang semisal. Lalu bagaimana dengan kita..??

(Dikutip dari Muhammad bin ‘Abdullah Al-Jardani, Al-Jawahirul Lulu iyyah, AlYamamah, Cet.I, 1998. hal.113.)

[Kalam Habib Novel Bin Muhammad Alaydrus]

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Ibnu Naufal

Menulis untuk masa depan untuk aku, kamu dan kita.
Back to top button