Komisi III DPR Sebut Pengunaan Senpi Polri Sifatnya Melumpuhkan, Bukan Membunuh


Anggota Komisi III Martin Tumbelaka menegaskan penggunaan senjata api (senpi) oleh anggota Polri hanya ditujukan untun melumpuhkan terduga pelaku kejahatan, bukan menghilangkan nyawa. Hal ini diungkapkan menyoroti maraknya oknum polisi yang menyalahgunakan senpi hingga berujung pada pembunuhan.

Mulanya, Martin meminta penegakan hukum di kepolisian atas pelanggaran hukum atau kasus-kasus yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang anggota Polri diproses dengan tegas tanpa menunggu viral.

“Sorotan publik dalam hal ini harus menjadi momentum untuk mendorong perbaikan dalam sistem pengawasan dan penegakan hukum di kepolisian, serta meningkatkan integritas dan profesionalisme aparat,” kata Martin, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

Sementara Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat angka yang lebih tinggi terkait tindakan extrajudicial killing mencapai 281 kasus dengan jumlah korban jiwa mencapai 305 orang selama 2018-2020 akibat penggunaan senjata api aparat. Martin lantas mengatakan seharusnya tindakan tersebut tidak menimpa warga negara, termasuk pelaku kriminal sekalipun.

“Karena Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki sistem peradilan untuk setiap tindakan kejahatan,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra ini menyebut polisi memang memiliki wewenang khusus saat menghadapi keadaan darurat yang membahayakan hak hidup dirinya atau masyarakat luas. Wewenang ini diatur dalam sejumlah beleid seperti Peraturan Kapolri (Perkapolri) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, hingga Prosedur Tetap (Protap) Kepala Polri 1/X/2010.

“Meskipun polisi memiliki hak untuk pengunaan senjata, namun ada aturan kapan senjata tersebut digunakan. Tidak asal tembak karena wewenang yang dimaksud juga jelas dalam aturan bahwa tindakan penembakan merupakan tindakan tegas dan terukur,” tuturnya.

Martin juga mengingatkan penggunaan senjata api oleh anggota polisi adalah upaya terakhir ketika ancaman tidak mereda. Dimana hal ini pun dilakukan setelah serangkaian upaya hukum dilakukan seperti perintah lisan, penggunaan senjata tumpul, senjata kimia, seperti gas air mata atau semprotan cabai, gagal mengamankan situasi.

“Dan yang harus digarisbawahi bahwa penggunaan senjata api sifatnya hanya untuk melumpuhkan, bukan berujung pada penghilangan nyawa,” ucapnya.

Meski begitu, banyak peristiwa penyalahgunaan senpi oleh oknum aparat dilakukan secara serampangan. Artinya tidak secara terukur dan menyalahi prosedur yang sudah ditentukan. Ia pun menegaskan warga sipil tidak boleh ada yang menjadi korban extra judicial killing oleh aparat penegak hukum.

“Tidak boleh ada satu pun warga negara, termasuk pelaku kriminal mendapat tindakan extra judicial killing seperti itu. Kalau demikian, apa gunanya kehadiran lembaga kejaksaan dan pengadilan?” ungkap Martin.