Pada saat pemerintah penjajahan Jepang di Indonesia mulai merasa terdesak oleh Sekutu, mereka memberikan banyak kesempatan kepada warga Indonesia untuk ikut berjuang di medan perang.
Selain pada 3 Oktober 1943 mendirikan tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Jawa Barat, pemerintahan penjajahan Jepang juga mengabulkan tuntutan dari sepuluh ulama terkemuka Indonesia saat itu, yang meminta pembentukan tentara sukarela untuk membela tanah Jawa. Saat itu, K.H. Wahid Hasyim bersama tokoh-tokoh Masyumi mendirikan Laskar Hizbullah.
Laskar Hizbullah awalnya didirikan untuk memberikan pendidikan militer kepada para santri, tetapi tujuan yang lebih dalam di balik pendirian Laskar Hizbullah adalah keyakinan tokoh-tokoh Islam bahwa berperang untuk mempertahankan agama Allah adalah kewajiban. Nama 'Hizbullah' diambil dari bahasa Arab yang berarti 'Tentara Allah'.
Menariknya, di Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terdapat sekitar 250 orang anggota Laskar Hizbullah, namun mereka beragama Kristen. Mereka adalah Laskar Hizbullah Batalyon III, Resimen IV, Divisi I Jakarta, yang berbasis di Kampung Pasir Nangka, Desa Gunung Halu, Ciranjang.
Salah satunya kompinya yang terkenal adalah Kompi Yotham Marchasan. Kompi Yotham beranggotakan para pemuda Kristen dari wilayah Gunung Halu, sebuah distrik Kristen di Cianjur yang dibentuk pada 1901 oleh pemerintah Hindia Belanda. Mayoritas anggota Kompi Yotham adalah pemuda-pemuda hasil didikan militer Jepang. Bagaimana ceritanya para pemuda Kristen itu bisa bergabung ke dalam milisi Muslim terbesar di Indonesia saat itu?
Awalnya Yotham seorang anggota PETA. Setelah Jepang kalah perang, dia bergabung dengan Laskar Barisan Bambu Roentjing Indonesia (BBRI) Ciranjang yang dipimpin Mohamad Ali. Namun, saat pasukan BBRI dipukul mundur ke selatan Ciranjang oleh pasukan Sekutu-Inggris, Yotham yang tertinggal memutuskan bergabung dengan Batalyon III Hizbullah yang dipimpin Mochamad Basyir.
Basyir menyambut Yotham dengan tangan terbuka. Para pemuda Islam di Hizbullah memang sudah lama akrab dengan para pemuda pejuang Kristen, termasuk Yotham. Mereka kebanyakan berasal dari kampung yang sama di Gunung Halu. Hubungan mereka begitu dekat sehingga markas besar Batalyon III Hizbullah pu menggunakan rumah seorang janda tua yang merupakan pemeluk Kristen taat yang taat.
Yotham tidak sendirian. Ia membawa serta banyak pemuda Kristen Gunung Halu lainnya untuk bergabung dan membentuk Kompi Yotham. Beberapa di antara mereka adalah Samuel dan Carson dari Rawaselang, Nabot dari Jatinunggal, Mojo dari Calincing, Rann Majiah dari Palalangon, Maad dan Madris dari Pangarengan, Cipto Adhi dari Ciendog, dan Alfius dari Pasirkuntul.
Batalyon III Hizbullah menjalin hubungan baik dengan masyarakat setempat yang umumnya beragama Kristen. Mereka saling membantu. Bahkan, di awal berdirinya pada Februari 1946, Gereja Kristen Palalangon, di bawah pimpinan Pendeta Empi, menyumbangkan beberapa barang milik gereja untuk keperluan Hizbullah.
Pada awal 1946, Ciranjang menjadi medan perang sengit bagi tentara Inggris yang melintasi jalur Cianjur-Bandung. Mulai Desember 1945 hingga April 1946, mereka sering kali diserang tiba-tiba oleh pasukan Indonesia dari balik tebing-tebing tinggi sepanjang Sungai Cisokan. Beberapa perang besar terjadi di sini, misalmya Perang Konvoi.
Perang ini terjadi ketika konvoi pasukan Sekutu yang membawa logistik dan perbekalan dari Jakarta ke Bandung melalui jalan raya utama di Jawa Barat. Mereka diserang para pejuang kemerdekaan Indonesia, khususnya tentara dan Laskar Hizbullah.
Perang Konvoi diakui memberikan dampak signifikan dalam menunda dan mengganggu operasi militer dan logistik pasukan Sekutu dan Belanda di Jawa Barat. Perang Konvoi juga menginspirasi semangat juang para pejuang di daerah lain untuk melakukan perlawanan terhadap pasukan Sekutu dan Belanda.
Bukan sekali dua Kompi Yotham, bersama pemuda-pemuda Muslim terlibat dalam serangan terhadap konvoi militer Inggris di jalan raya Ciranjang-Bandung. Mereka menjadi saksi dari kekuatan dan keganasan alat-alat perang Sekutu saat itu.
Pada tahun 1947, saat Indonesia sepenuhnya diserahkan kembali kepada Belanda oleh Inggris, Para pemuda Indonesia, termasuk Kompi Yotham Batalyon III Hizbullah menolak menerima hal tersebut. Mereka memilih untuk melawan dengan menyerang markas militer Belanda di Kota Ciranjang.
Heroiknya perjuangan mereka itu menandakan bahwa apa pun agama yang dianut para pejuang saat itu, musuh mereka hanya satu, yakni penjajah yang menyengsarakan kehidupan rakyat.