MarketNews

Kongsi Bisnis dengan China, Krakatau Steel Amsyong, Terancam Bangkrut Bulan Ini

Menteri BUMN Erick Thohir mengungkap potensi default alias bangkrut dari PT Krakatau Steel (Persero) Tbk pada bulan ini. Salah satunya karena proyek dengan China yang menimbulkan kerugian besar.

Ya, Menteri Erick berani jujur meski pahit. Saat ini, Krakatau Steel dibebani utang US$2,2 miliar, atau setara Rp30 triliun. Upaya restrukturisasi tengah ditempuh.

Tentu saja, besarnya utang di KS ada pemicunya. Salah satunya adalah proyek tekor bernama Blast Furnace. Proyek senilai US$850 juta ini, merupakan kerja sama Krakatau Steel melalui anak usahanya, PT Krakatau Engineering dengan kontraktor China, MCC-CERI.

Pabrik ini disiapkan untuk memproduksi hot metal (besi panas) yang disebut pig iron. Namun, sejak awal kerja sama diteken, proyek ini dililit banyak masalah. Alhasil, dicanangkan pada 2008, namun baru terbangun pada 2012. Itu pun biayanya membengkak sekitar Rp3 triliun, dari Rp7 triliun menjadi Rp10 triliun.

Menariknya, meski pabriknya sudah berdiri pada 2012, tidak langsung beroperasi. Harus menunggu enam tahun lagi, tepatnya Desember 2018 baru beroperasi. Celakanya lagi, alasan tidak masuk nilai keekonomian, setelah dua bulan beroperasi, tanur pabrik ini dipadamkan lagi. Alias setop operasi.

Menteri Erick mengakui bahwa Blast Furnace adalah proyek gagal dan tekor di Krakatau Steel. Proyek ini adalah salah satu pemicu besarnya utang di emiter bersandi KRAS itu. Dan, keputusannya bulan ini, apakah opsi ketiga restrukturisasi disetujui atau tidak.

“Ada tiga langkah (restrukturisasi), dan problemnya langkah ketiga ini macet. Kalau ketiga sudah gagal, kedua gagal, yang pertama gagal, Desember ini bisa default,” ujar Menteri Erick dalam sebuah rapat dengan Komisi VI DPR RI, beberapa waktu lalu.

Mengutip laman resmi Kementerian Perindustrian, proyek Blast Furnace ini didanai duit utangan bank China, yakni dari Industrial and Commercial Bank of China Ltd (ICBC).

Mencium gelagat tak benar dalam proyek Blast Furnace ini, Roy E Maningkas mengundurkan diri dari jabatan Komisaris Krakatau Steel periode 2016-2019. Apalagi setelah terjadi pembengkakan anggaran Rp3 triliun. “Jadi ini cost over-run, maksudnya budget-nya dia terlampaui Rp 3 triliun. Saya pikir ini bukan angka yang kecil ini angka yang besar. Proyek terlambat 72 bulan (6 tahun),” kata Roy.

Pada 11 Juli 2019, Roy melayangkan surat pengunduran diri. “Surat itu langsung saya serahkan ke Deputi Menteri BUMN dan langsung bawa ke menteri. Namun saat itu menteri ada di New Zealand,” kata Roy.

Roy menambahkan, proyek tersebut memang salah sejak awal. “Diterusin proyeknya salah, dihentikan proyeknya salah. Gampang saja, bikin aja matriksnya. Kalau diteruskan ya rugi Rp1,2 triliun per tahun,” tambahnya.

Oh iya, Menteri Erick sebenarnya pernah menyampaikan feelingnya soal proyek Blast Furnace. Bahwa indikasi korupsi dalam proyek tersebut kuat sekali. “Ini hal-hal yang tidak bagus. Pasti ada indikasi korupsi dan kita akan kejar siapa pun yang merugikan. Bukannya kita ingin menyalahkan tapi penegakan hukum. Bisnis proses yang salah harus kita perbaiki,” kata Erick sebuah acara talkshow pada akhir September 2021.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button