Market

Konsep Transisi Energi Berkeadilan Sosial Menko Airlangga Banjir Dukungan

Sabtu, 29 Okt 2022 – 08:03 WIB

Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto.

Konsep Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tentang transisi energi harus adil dan terjangkau, sehingga mudah diakses seluruh lapisan masyarakat, mendapatkan banyak dukungan.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Harris mengatakan, perlu regulasi menyongsong transisi energi melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Transisi energi merupakan komitmen pemerintah dalam rangka penurunan emisi, serta energi bersih dari panas matahari, panas bumi, angin, ombak laut dan energi bio akan menarik industrialisasi penghasil produk-produk rendah emisi. Komitmen Kementerian ESDM pada G20 terletak pada fokus transisi menuju energi yang berkelanjutan,” terang Haris, Jakarta, dikutip Sabtu (29/10/2022).

Pandangan senada disampaikan Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika, Iwan Bento Wijaya mendukung tekad Menko Perekonomian Airlangga mengusung isu transisi energi menjadi bahasan utama dalam KTT G20 di Bali, 15-16 November 2022.

“Kita dukung bahwa transisi energi tidak lepas dari landasan sosiologis, mengenai konsep keadilan sosial kepada seluruh masyarakat Indonesia hingga daerah tertinggal, terdepan dan terluar, bisa menikmati energi yang terjangkau,” papar Iwan.

Dia menjelaskan, isu transisi energi itu dilatarbelakangi semangat dunia saat penandatanganan perjanjian Paris atau Paris Agreement pada 2016. Atau yang dikenal dengan high level signature ceremony for the Paris Aggrement.

“Menindak lanjuti paris aggreament pada tahun 2017 Bank dunia menstop pendanaan bisnis bahan bakar fosil di tahun 2019, serta Presiden Joko Widodo mengatakan pada pidatonya di acara KTT PBB 1 November 2021 terkait perubahan Iklim yaitu sektor yang semula menyumbang 60% emisi indonesia akan mencapai karbon net pada tahun 2030,” kata Iwan.

Terkait berbagai macam potensi Indonesia dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT), menurut Iwan, harus ditopang penguatan industri hulu dan hilir dalam pengembangan EBT. Pengembangan itu, dimulai dari industrial bahan baku EBT, melakukan percepatan infrastruktur hukum Transisi Energi guna memberikan kepastian hukum dalam menciptakan iklim iventasi yang baik hingga penerapan dan problematika gagasan power wheeling.

Iwan menegaskan, bahwa percepatan transisi energi bukan hanya sebuah ide tapi juga harus diimplementasikan dengan langkah-langkah yang tepat, cepat dan terukur, dimulai dari pemetaan wilayah penghasil EBT dan wilayah-wilayah penghasil mineral penunjang EBT.

“Hal ini berguna untuk melakukan pemetaan dari supply, demand dan rantai pasok komuditi EBT serta melakukan penguatan hulu dan hilir komuditi mineral penunjang EBTsehingga EBT merupakan komuditi yang efesien dan terjangkau serta membumi untuk setiap warga negara.” tambah Iwan.

Di sisi lain, lanjutnya, penguatan hulu dan hilir pada proses transisi energi harus berbanding lurus dengan kepastian hukum yang berlaku, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan.

Dalam Perpres tersebut, disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik adalah salah satu komitmen pemerintah dalam mencipkan kepastiaan hukum pada proses transisi energi. Terkait pengaturan harga untuk tenaga listrik yang bersumber dari EBT serta konversi energi sedang dalam tahap pembahasan oleh pemerintah, dengan bentuk Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBT).

Asal tahu saja, RUU EBT merupakan tindak lanjut dalam kepastian hukum melalui gagasan power wheeling (penggunaan jaringan listrik bersama) dan insentif, yang sekaligus bentuk kehadiran negara dalam pemenuhan energi pada setiap warga negara. “Gagasan power wheeling yang yang terdapat pada RUU EBT adalah bentuk kemajuan peradaban masyarakat dan negara dan menciptakan rasa keadilan sosial kepada setiap warga negara dalam memperoleh energi, dimana negara hadir dalam mewujudkan dan memenuhi kebutuhan energi pada setiap warga negara,” tutur Iwan.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan upaya transisi energi harus adil dan terjangkau, sehingga dapat diakses oleh semua masyarakat. Dengan itu, sektor industri perlu inovatif dan tepat dalam akuisisi teknologi dan investasi sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, meminimalisir anomali cuaca, mencegah perubahan iklim hingga menghindari kelaparan pada masyarakat.

“Transisi energi harus fokus pada pengurangan intensitas karbon dan memberi manfaat bagi setiap rumah tangga,” kata Menko Airlangga dalam acara Special Event Road to G20 by HIMPUNI, Jakarta, Selasa (25/10/2022).

Untuk mendukung upaya ini, dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru, Indonesia menaikkan target pengurangan emisi dari 29 persen menjadi 31,89 persen pada tahun 2030, dan target sebesar 43,20 persen dengan dukungan internasional. “Indonesia memiliki komitmen untuk mencapai net zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat dan target tersebut tidak boleh tergelincir,” kata Menko Airlangga.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button