Korupsi Semakin Brutal, Prabowo-Gibran Semakin Sulit Capai Target Investasi di Tahun Pertama


Tahun pertama pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, mematok target investasi Rp1.900 triliun. Mewujudkannya bukan perkara mudah.

Sejatinya, banyak investor tertarik masuk Indonesia. Namun buyar karena mereka melihat pemerintahan Jokowi belum serius dalam memerangi korupsi. “Korupsi itu musuhnya investasi. Karena memicu biaya tinggi. Klau investor yang bener, tentu lebih memilih negara yang korupsinya rendah,” kata pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, Jakarta, Rabu (17/7/2024).

Selanjutnya, kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur ini, menyoroti anjloknya skor  indeks perilaku anti korupsi (IPAK) Indonesia pada 2024, sebesar 3,85. Lebih rendah ketimbang skor IPAK 2023 sebesar 3,92. Skala IPAK berada di rentang 0-5.

“Saya kira, kontribusi terbesar dari melemahnya IPAK ini adalah rakyat sudah putus asa melihat perilaku hukum di tingkat elit. Banyak kasus yang melibatkan elit berujung dengan tak terungkapnya kasus secara utuh. Atau hukuman yang tidak setimpal,” jelasnya.

Hardjuno melihat perilaku koruptif sulit ditutupi, dimulai saat operasi pelumpuhan KPK pasca revisi UU-nya. Kini, pemberantasan korupsi merosot dari hulu ke hilir. Mulai proses penyelidikan perkara hingga vonis.

“Rasa-rasanya, semua tidak sesuai ekspektasi publik. Menteri banyak yang terseret korupsi. Jadi tontonan setiap hari. Bahwa kena hukum itu cuma sedang sial saja, sudah biasa dan bukan kejadian luar biasa lagi bagi masyarakat,” papar Hardjuno.

Tegas saja, Hardjuno menyebut konidisi ini cukup membahayakan. Ketika publik sudah tak percaya lagi kepada institusi hukum, maka dampaknya ke mana-mana. Termasuk ke sektor ekonomi yang sangat menentukan masa depan Indonesia.

“Dan itu semua bisa terjadi kalau dimulai dengan membebaskan semua institusi hukum dari intervensi politik. Kita perlu memastikan lembaga penegak hukum seperti KPK, kejaksaan dan kepolisian memiliki sumber daya yang cukup, serta bebas dari intervensi politik,” tambahnya.

Selanjutnya, dia mengusulkan agar pendidikan antikorupsi menjadi bagian integral dari kurikulum di sekolah level terendah hingga universitas. “Jadi jangka pendek beri harapan pada hukum yang adil, transparansi pemerintahan, dan terakhir pendidikan anti korupsi sejak taman kanak-kanak,” ujar Hardjuno.

Direktur Celios, Bhima Yudisthira punya pandangan sama. Bahwa perilaku permisif terhadap korupsi memperburuk citra Indonesia di mata internasional. Bahkan berdampak kepada hengkangnya sejumlah rencana investasi bernilai besar.

“Jadi, ada korelasi mundurnya berbagai komitmen investor dari negara maju seperti kasus investasi pengolahan nikel BASF (Badische Anilin Soda Fabrik) dan Eramet karena penegakan hukum yang lemah. Repot juga mau tarik investor, tetapi budaya korupsi masif di berbagai lapisan,” papar Bhima.

Korupsi menyebabkan biaya untuk berusaha menjadi tidak kompetitif. “Ini jadi ancaman serius bagi Indonesia yang berniat jadi negara maju dengan mengandalkan komponen investasi dan ekspor,” tegas Bhima.