Koster Larang AMDK Tabrak UU Perlindungan Konsumen, bakal Ganggu Pariwisata Bali


Bukan cuma Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) juga memprotes kebijakan sepihak Gubernur Bali I Wayan Koster, soal larangan beredarnya air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter.

Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Fitrah Bukhari menjelaskan bahwa pelarangan itu punya dampak besar di sisi ekonomi Pulau Dewata. Keputusan ini disebutnya melawan UU Perlindungan Konsumen.

“Dengan adanya pelarangan produksi dan distribusi tersebut, akan berdampak pada hilangnya hak konsumen untuk memilih produk yang akan dikonsumsinya. Padahal, dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, salah satu hak Konsumen adalah hak untuk memilih barang”, kata Fitrah Bukhari, Kamis (17/4/2025).

Selain mengurangi preferensi konsumen, pelarangan juga membebani dari sisi ekonomi karena konsumen harus bayar lebih mahal. Dia mewanti-wanti kebijakan ini juga bakal berdampak ke sektor pariwisata Bali karena para wisatawan akan kesulitan mencari air minum kemasan yang memudahkan mereka.

“Kami mendorong pemerintah untuk mendengarkan seluruh pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan, hal ini agar kebijakan yang dihasilkan dapat seimbang, berkelanjutan dan tentunya dapat melindungi konsumen,” katanya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, Gede Harja menyebut kebijakan Koster tak realistis. Dia menilai, langkah tersebut akan menyulitkan masyarakat adat saat melaksanakan kegiatan adat. Ketua DPC Gerindra Buleleng ini menilai bahwa pelarangan distribusi air minum kemasan botol kecil itu justru malah akan menimbulkan masalah baru.

“Dalam upacara adat seperti di pura, pitra yadnya, atau manusa yadnya, biasanya air minum kemasan jadi solusi praktis untuk suguhan. Kalau itu dilarang, siapa yang akan siapkan gelas? Biaya bertambah, dan jelas tidak efisien,” kata Gede Harja Astawa di Bali, dikutip di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

Koster Melawan Pemerintah Pusat?

Koster sempat bersikap bodo amat atas kritikan. Dengan gagahnya dia merasa berhak ambil sikap tanpa perlu koordinasi dengan pemerintah pusat. Dia menegaskan, melarang beredarnya air minum dalam kemasan (AMDK) di bawah 1 liter adalah kewenangannya bukan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Dia mengaku tidak takut jika nantinya dipanggil pemerintah pusat. Koster memastikan akan tetap datang dan tak mengubah keputusannya melarang peredaran air minum kemasan di Bali.

“Kalau dipanggil saya datang dan saya akan jelaskan,” ujar Koster saat ditemui di Kantor DPRD Provinsi Bali, Senin (14/4/2025).

Koster menyatakan Kemenperin tak usah repot-repot mengumpulkan industri air minum kemasan di Bali untuk berunding. Dia juga ‘bodo amat’ jika dianggap mengambil keputusan sepihak tanpa berdikusi dengan pemerintah pusat. “Nggak perlu koordinasi, ini kewenangan kepala daerah,” ujar politikus PDIP itu.

Sebelumnya, Wamen Perindustrian, Faisol Riza, menyatakan akan mengundang Pemprov Bali dan pihak-pihak yang bergerak di industri air minum kemasan di Bali untuk membicarakan poin mengenai larangan produksi dan distribusi air mineral dalam kemasan (AMDK) sekali pakai di bawah 1 liter yang tertuang dalam SE Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025.

Dia juga meminta Pemprov Bali untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum memutuskan kebijakan. Namun, belum diketahui kapan Kemenperin akan memanggil Koster dan para pemangku kepentingan untuk membahas masalah tersebut.

Kebijakan Koster juga mengundang beragam reaksi dari publik dan pelaku usaha AMDK di Bali. Pengusaha menyayangkan jika hanya air minum kemasan yang dianggap menyumbang sampah plastik.

Melainkan banyak produk sehari-hari lainnya yang juga menggunakan kemasan plastik seperti minyak goreng, makanan ringan, dan kopi.

“Seakan-akan kami saja yang membuat sampah. Padahal plastik kami masih bisa didaur ulang. Sedangkan produk yang di minimarket tidak bisa didaur ulang,” ujar Dirut PT Tirta Mumbul Jaya Abadi, Nyoman Artha Widnyana.