Dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tak kurang dari 165 anak menjadi korban eksploitasi politik, baik yang diberitakan di media, maupun yang dilaporkan langsung oleh masyarakat dan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) kepada KPAI.
Data tersebut meliputi antara lain kasus di Bantaeng, Biak, Medan, Sukabumi, Sulawesi Tengah, dan Tasikmalaya.
“Sebagai lembaga HAM anak nasional independen yang menjalankan mandat pengawasan pemenuhan hak anak, kami mengamati secara mendalam. Kami khawatir, cita-cita Indonesia Layak Anak tahun 2030 maupun misi membentuk generasi emas untuk Indonesia Emas 2045 berpotensi terhambat atau bahkan akan gagal, jika situasi ini tidak disikapi secara serius,” kata Anggota KPAI Sylvana Maria Apituley, Jakarta, Senin (25/11/2024).
Masih menurutnya, KPAI menilai pemenuhan hak-hak anak belum menjadi prioritas dan visi-misi para calon kepala daerah, baik itu calon gubernur/wakil gubernur, maupun bupati/wali kota dan wakilnya dalam Pilkada serentak 2024.
“KPAI mengamati puluhan debat publik calon kepala daerah (cakada) dan calon wakil kepala daerah (cawakada) yang disiarkan di berbagai media, dan mencermati absennya perhatian yang sungguh-sungguh kepada pemenuhan hak anak secara menyeluruh,” tambahnya.
Padahal terdapat sejumlah hak anak yang memerlukan komitmen dan keberpihakan politik yang kuat, meliputi hak anak atas identitas berupa akte lahir dan kartu identitas anak.
Kemudian hak atas pendidikan dan layanan kesehatan fisik dan mental yang terjangkau dan berkualitas, hak atas pengasuhan yang berperspektif kepentingan terbaik bagi anak, hingga hak untuk berpartisipasi dan bertumbuh kembang tanpa diskriminasi dan kekerasan.
“Dengan minimnya sosialisasi Pemilu yang berperspektif hak anak, baik oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan partai politik maupun oleh pasangan calon (paslon) dan tim suksesnya, kami menyayangkan bahwa isu anak belum menjadi prioritas bagi calon-calon kepala daerah,” kata Sylvana Apituley.