KPK Apresiasi MA Vonis Eks Dirut Pertamina Karen 13 Tahun Penjara


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan. Dalam perkara dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina, Karen dijatuhi hukuman 13 tahun penjara.

“KPK mengapresiasi putusan kasasi atas terdakwa GKK atau KA, mantan Direktur Utama Pertamina, dalam perkara dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (1/3/2025).

Tessa berharap putusan kasasi ini memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah pihak lain melakukan tindak pidana korupsi.

“Melalui putusan tersebut, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi pemicu bagi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti upaya-upaya pencegahan agar korupsi tidak kembali terjadi,” ucapnya.

Selain itu, Tessa menegaskan bahwa konsistensi putusan di tingkat pertama, banding, dan kasasi,”Yang justru memperberat hukumamenunjukkan bahwa proses penanganan perkara di KPK telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.

Pada putusan tingkat pertama, Karen divonis 9 tahun penjara. Namun, dalam putusan kasasi, hukumannya diperberat menjadi 13 tahun penjara. Putusan ini lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa, yang hanya meminta hukuman 11 tahun penjara.

Sebelumnya, Mahkamah Agung memperberat vonis Karen dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan LNG di Pertamina. Selain menambah masa hukuman, MA juga menjatuhkan denda sebesar Rp650 juta subsider 6 bulan kurungan. Denda ini lebih besar dibandingkan putusan sebelumnya, yang hanya Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

“Pidana penjara 13 tahun, denda Rp650 juta subsider enam bulan kurungan,” demikian petikan amar putusan tingkat kasasi Nomor 1076 K/PID.SUS/2025 yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung RI di Jakarta, Jumat (28/2/2025).

MA pada dasarnya menolak permohonan kasasi dari Karen Agustiawan maupun jaksa penuntut umum KPK. Namun, majelis kasasi memutuskan untuk memperbaiki kualifikasi dan pidana dari putusan pengadilan banding yang sebelumnya menguatkan vonis pengadilan tingkat pertama.

“Terbukti Pasal 3 TPK juncto Pasal 55 juncto Pasal 64,” demikian bunyi amar putusan tersebut.

Putusan kasasi ini diputus pada Jumat oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto selaku ketua majelis, dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo, serta Agustina Dyah Prasetyaningsih sebagai panitera pengganti.

“Perkara telah diputus dan sedang dalam proses minutasi (pengarsipan berkas perkara menjadi arsip negara) oleh majelis,” demikian tertulis di laman MA.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat terhadap Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, yakni hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Pengadilan Tinggi Jakarta menerima permohonan banding dari jaksa penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa, tetapi hanya melakukan perubahan terbatas pada amar putusan terkait barang bukti.

Karen dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus ini, Karen didakwa menyebabkan kerugian negara sebesar US$113,84 juta atau setara Rp1,77 triliun akibat korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011 hingga 2014.

Mantan Dirut Pertamina itu juga didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 atau sekitar Rp1,62 miliar, serta memperkaya korporasi CCL senilai US$113,84 juta atau sekitar Rp1,77 triliun.

Selain itu, Karen disebut memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa pedoman pengadaan yang jelas. Izin prinsip yang diberikan juga tidak didukung dengan dasar justifikasi yang kuat, analisis teknis dan ekonomis, serta analisis risiko yang memadai.