Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami keterlibatan kepala daerah dan anggota DPRD lainnya dalam kasus suap proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Kepala daerah yang dimaksud adalah Penjabat (Pj) Bupati OKU M. Iqbal Alisyahbana dan Bupati OKU Teddy Meilwansyah.
“Ada dua ya, ada penjabat bupati karena pada saat sebelum dilantik 2024 itu dijabat. Nah, kemudian 2025 setelah pelantikan ada bupati definitif. Nah, ini dua-duanya juga tentunya akan kita dalami perannya,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025).
KPK juga mendalami peran anggota DPRD OKU lainnya yang diduga turut menerima suap, selain Ketua Komisi III DPRD OKU, M. Fahrudin (MFR); Ketua Komisi II DPRD OKU, Umi Hartati (UH); serta Anggota Komisi III DPRD OKU, Ferlan Juliansyah (FJ) yang telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
“Untuk anggota DPRD yang lainnya, kami akan terus mendalami,” ucap Asep.
Asep menyebutkan, pihaknya juga akan menelusuri perusahaan-perusahaan asal Lampung Tengah yang digunakan oleh dua pihak swasta, M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS), dalam pengerjaan proyek.
Ketiga kelompok ini—kepala daerah, anggota DPRD, dan perusahaan yang meminjam bendera—akan segera dipanggil KPK setelah pendalaman bukti untuk kepentingan penyidikan kasus suap proyek PUPR OKU.
“Para pihak ini, berdasarkan kesepakatan hasil ekspos yang sudah dilakukan, akan segera dilakukan pemanggilan dalam waktu dekat,” kata Asep.
Dalam perkara ini, sebanyak enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka dan langsung di tahan, terdiri dari empat penerima suap dan dua pemberi suap. Sebagai penerima suap, KPK menetapkan:
1. Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU, Nopriansyah (NOP)
2. Ketua Komisi III DPRD OKU, M. Fahrudin (MFR)
3. Ketua Komisi II DPRD OKU, Umi Hartati (UH)
4. Anggota Komisi III DPRD OKU, Ferlan Juliansyah (FJ)
Sedangkan sebagai pemberi suap, tersangka yang ditetapkan adalah:
5. M. Fauzi alias Pablo (MFZ) (pihak swasta)
6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) (pihak swasta)
“Semua sepakat untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka. Penyidik selanjutnya melakukan penahanan terhadap enam tersangka tersebut selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 16 Maret sampai dengan 4 April 2025,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025).
Setyo menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada Januari 2025, saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) OKU Tahun Anggaran 2025. Dalam pembahasan itu, sejumlah anggota DPRD meminta jatah pokok pikiran (pokir) sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Setelah negosiasi, disepakati bahwa pokir diberikan dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR dengan nilai awal Rp45 miliar.
Namun, karena keterbatasan anggaran, jumlahnya dikurangi menjadi Rp35 miliar, dengan komitmen fee sebesar 20 persen untuk DPRD dan 2 persen untuk PUPR. Dijelaskan pula, terdapat sembilan proyek yang dikondisikan dalam kasus suap ini, termasuk proyek rehabilitasi Rumah Dinas (Rumdin) Bupati dan Wakil Bupati OKU dengan nilai proyek Rp10,86 miliar.
Sebagai penerima suap, FJ, MFR, UH, dan NOP dijerat dengan Pasal 12 huruf a, b, f, serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Sementara pemberi suap, MFZ dan ASS dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dalam UU yang sama.