KPK Berhati-hati Tetapkan Tersangka CSR BI, Termasuk ke Satori NasDem


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, termasuk terhadap Anggota DPR RI Fraksi NasDem, Satori, yang diduga menerima aliran dana CSR dari Bank Indonesia (BI).

“Menetapkan tersangka menaikkan status penyelidikan dari penyidikan maupun dari penyidikan umum menjadi ada tersangka, itu membutuhkan tindakan yang prudent,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (23/4/2025).

Tessa menjelaskan prinsip kehati-hatian itu melalui dua alat bukti kuat bukan hanya dua alat cukup, yang nantinya penetapan tersangka bakal dibahas dalam gelar ekspose perkara berdasarkan alat bukti dikumpulkan oleh penyidik.

Dalam hal ini, Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyebutkan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

“KPK itu harus kuat alat buktinya. Jadi lebih dari dua cukup itu sebenarnya tindakan yang sangat jarang ditemui di perkara-perkara di KPK untuk menaikkan seseorang menjadi tersangka. Oleh sebab itu di perkara yang sedang ditangani,” jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Satori, diperiksa penyidik KPK terkait penggunaan dana CSR dari Bank Indonesia. Pemeriksaan tersebut selesai pada Senin (21/4/2025).

“Kita masih mendalami terkait dengan penggunaan dari dana CSR itu,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025).

Menurut Asep, Satori menerima dana tersebut melalui yayasan yang terafiliasi dengan dirinya, baik milik keluarga maupun kerabat. Dana itu kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi. Satori juga diduga turut membantu yayasan tersebut memperoleh dana CSR dari BI.

“Penerimanya itu adalah yayasan. Tapi yayasan itu diajukan oleh yang bersangkutan. Jadi yang bersangkutan itu dipanggil di sini, kita konfirmasi lagi terkait dengan penggunaan dari dana CSR,” ujarnya.

Asep mengungkapkan bahwa dana CSR itu digunakan Satori untuk membeli properti dan keperluan pribadi lainnya. Ia menjelaskan bahwa setelah dana dicairkan, uang tunai tersebut diberikan kepada pihak terkait untuk dibelikan properti.

“Dana tersebut kemudian digunakan untuk keperluan pribadi seperti pembelian properti. Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti… menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/2/2025).

Untuk menutupi jejak, yayasan tersebut membuat laporan fiktif yang menggambarkan dana telah digunakan seluruhnya untuk kegiatan sosial.

“Tidak keseluruhannya tapi, tetap ada kegiatan sosialnya… tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan,” ujar Asep.

Setelah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) atau CSR BI, Satori memilih bungkam kepada awak media. Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (21/4/2025), selama sekitar lima jam. Ia keluar dari gedung pada pukul 14.23 WIB.

Pria yang mengenakan kemeja batik putih-cokelat itu menyebut belum ada perkembangan baru dalam pemeriksaan ketiganya kali ini. Ia juga enggan membeberkan materi pemeriksaan lebih lanjut.

“Masih, masih enggak ada. Belum ada,” ujarnya saat ditanya apakah terdapat informasi baru.

Satori juga menolak memberikan komentar soal penggeledahan rumahnya di Cirebon, termasuk mengenai barang bukti yang disita. Ia hanya menegaskan bahwa pemeriksaannya berkaitan dengan dugaan suap dana PSBI.

“Yang jelas berkaitan dengan BI,” ucapnya singkat.

Saat ditanya mengenai dugaan keterlibatan anggota DPR lain dalam kasus ini, Satori hanya tersenyum dan meninggalkan lokasi.

Sejauh ini, Satori telah diperiksa tiga kali oleh penyidik KPK, yakni pada Jumat (27/12/2024), Selasa (18/2/2025), dan Senin (21/4/2025).