KPK Cecar Eks Senior Manajer Divisi Umum & SDM Sarana Aja soal Pembelian Tanah Rorotan


Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalami informasi terkait pembelian tanah di Rorotan dan anggaran dari Perumda Sarana Jaya. Diketahui pembelian itu berujung pada tindak pidana korupsi.

Informasi inilah yang kemudian diulik tim penyidik dari pemeriksaan mantan Senior Manajer Divisi Umum & SDM Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Sri Lestari pada Rabu (2/10/2024).

“Saksi hadir dan didalami terkait proses perencanaan pembelian tanah rorotan dan penganggarannya,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika melalui keterangannya kepada wartawan, Kamis (3/10/2024).

Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat orang tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya Tahun 2019-2020.

“KPK melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 18 September 2024- 7 Oktober 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih,” ujar Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).

Adapun pihak ditahan yaitu Indra S. Arharrys selaku Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Kemudian tiga pejabat PT Totalindo Eka Persada (TEP) yang ditahan yakni, Donald Sihombing selaku Dirut, Saut Irianto Rajagukguk selaku Komisaris, dan Eko Wardoyo selaku Dirut Keuangan.

Eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C. Pinontoan kembali ditetapkan tersangka dalam perkara pengadaan lahan di Rorotan. Namun, ia telah lebih dulu ditahan dalam perkara sebelumnya yaitu  pengadaan lahan di Munjul, Ujung Menteng, dan Pulo Gebang daerah Jakarta Timur.

Kontruksi Perkara Kasus Rorotan

Dalam konstruksi perkara, Asep mengungkapkan, ada dugaan mark up harga terkait pembelian tanah pengadaan lahan di Rorotan. Akibatnya, timbul kerugian negara mencapai Rp223 miliar  yang diakibatkan penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada Tahun 2019-2021.

Nilai kerugian negara/daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp371 miliar  dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal (PT Nusa Kirana Real Estate/ PT NKRE) setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147 miliar.

Para tersangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.