Gedung merah putih KPK (inilahcom/Rizki)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dokumen penting dalam pengusutan kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) presiden di masa COVID-19.
Dokumen soal spesifikasi harga barang bansos presiden itu, didapat dari dua petinggi perusahaan yang ikut dalam proyek bansos presiden yaitu Direktur Utama PT.Anomali Lumbung Artha (ALA), Teddy Munawar dan Direktur PT Inkubisc, Steven Kusuma.
“Penyitaan dokumen terkait spesifikasi barang bansos dalam pengadaan termasuk harga beli (dari Supplier) dan harga jualnya (Ke Kemensos),” kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika melalui keterangannya kepada wartawan, Jumat (8/11/2024).
Kedua petinggi perusahaan tersebut merampungkan pemeriksaan tim penyidik, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2024).
Sebelumnya, tim penyidik KPK juga menyita sejumlah dokumen terkait proyek bansos presiden dari Direktur PT Rajawali Agro Mas, Michael Samantha dan Corporate Secretary PT Dwimukti Graha Elektrindo, Nur Afni, pada Rabu (6/11/2024).
“Penyidik melakukan penyitaan atas dokumen-dokumen yang diduga terkait perkara,” kata Anggota Tim Jubir KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (7/11/2024).
Kasus dugaan korupsi pengadaan bansos presiden diumumkan naik ke tahap penyidikan pada 26 Juni 2024. Perhitungan awal kerugian keuangan negara akibat dugaan tindak pidana korupsi bansos presiden tersebut mencapai Rp125 miliar.
KPK telah menetapkan satu orang tersangka bernama Ivo Wongkaren (IW).
Untuk diketahui, ada total enam juta paket sembako dari Bansos Presiden yang diduga dikorupsi. Enam juta paket itu berasal dari penyaluran tahap tiga, lima, dan enam.
Masing-masing tahap terdapat dua juta paket sembako. Adapun modus korupsinya adalah pengurangan kualitas Bansos.
“Tahap tiga, lima, dan enam per tahap itu kurang lebih sekitar dua juta paket. Jadi, kalau tiga tahap itu, dikalikan dua juta sekitar enam juta, ya, enam juta paket,” kata Tessa Kamis (4/7/2024).
Sementara itu, total nilai proyek untuk tiga tahap penyaluran Bansos presiden yang berujung korupsi itu nominalnya hampir Rp 1 triliun.
“Untuk nilai kontraknya sendiri totalnya sekitar Rp900 miliar untuk tiga tahap ya,” ungkap Tessa.