KPK Didorong Tersangkakan Gamawan hingga Ungkap Peran 3 Elite PDIP di Kasus e-KTP


Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, hingga kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memproses hukum Gamawan Fauzi meskipun telah muncul berbagai bukti dalam persidangan. Dia tak menutup peluang mantan Menteri Dalam Negeri itu bisa jadi tersangka dalam kasus e-KTP

“Terhadap perkara yang belum diproses, siapapun dia, sepanjang minimal ada dua alat bukti wajib ditetapkan sebagai tersangka untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata Fickar saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Minggu (2/2/2025).

Ficar menjelaskan bahwa Gamawan masih dapat ditetapkan sebagai tersangka selama masa kedaluwarsa kasus e-KTP belum habis, yang mencapai 20 tahun. Kasus korupsi e-KTP sendiri terjadi pada tahun anggaran 2011 hingga 2013.

“Ya bisalah, sepanjang belum kedaluwarsa tindak pidananya. Paling maksimal bagi pidana yang ancaman hukumannya 20 tahun atau seumur hidup adalah 13 tahun,” ujarnya.

Selain itu, Fickar juga menilai bahwa keterangan dari buronan Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, yang ditangkap di Singapura, sangat penting untuk mengungkap sejumlah pihak yang menerima aliran dana korupsi e-KTP.

“Soal pengembangan kasus tergantung pengakuan buronan tersebut jika di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dikonfirmasi dengan saksi-saksi lain,” ujar Ficar saat dihubungi Inilah.com, Sabtu (25/1/2025).

Menurut Fickar, melalui keterangan Paulus Tannos, KPK dapat meminta keterangan dari sejumlah pihak yang diduga menerima aliran dana tersebut, termasuk Puan Maharani, Pramono Anung, dan Ganjar Pranowo, yang namanya disebut dalam proses persidangan.

“Jika cukup dukungan bukti lain maka KPK bisa memanggil nama-nama yang disebutkan oleh pelaku atau saksi. Termasuk terhadap nama-nama tersohor yang memang disebut (seperti Puan, Pramono, hingga Ganjar),” ucapnya.

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa semua orang dapat dipanggil dan dimintai keterangan sepanjang terkait dengan peristiwa pidana, termasuk mereka yang disebutkan. Soal, apakah Puan, Pramono, dan Ganjar dapat ditetapkan sebagai tersangka, tergantung pada hasil pemeriksaan yang dilakukan tim penyidik KPK nanti.

Diketahui, dalam surat dakwaan eks Ketua DPR, Setya Novanto, Gamawan disebut menerima uang Rp50 juta, satu unit ruko di Grand Wijaya, dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya melalui adiknya, Azmin Aulia.

Pemberian ruko tersebut diperkuat oleh kesaksian Anang Sugiana Sudiharjo selaku Direktur Utama PT Quadra Solution.

Sementara itu, dalam surat dakwaan terdakwa mantan Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Markus Nari, Gamawan juga disebut sebagai salah satu pihak yang diperkaya dalam proyek pengadaan e-KTP. Namun, Gawaman selalu membantah terkait fakta persidangan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus tersebut.

Sementara itu, ketika proses persidangan pada 2018 lalu, eks Ketua DPR Setya Novanto selaku terdakwa bersaksi bahwa dirinya pernah mendengar ada uang yang diserahkan kepada Puan Maharani dan Pramono Anung, masing-masing sebesar 500.000 dolar Amerika Serikat (AS).

Setya Novanto menyatakan bahwa informasi tersebut ia dapatkan dari pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong yang menyampaikan kepadanya di rumah.

Saat itu, Puan Maharani menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR, sedangkan Pramono Anung adalah anggota DPR. “Bu Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP, dan Pramono adalah 500.000 dollar AS. Itu keterangan Made Oka,” ujar Setya Novanto kepada majelis hakim saat diperiksa sebagai terdakwa.

Pramono Anung membantah mentah-mentah tudingan itu, dan mengatakan ia bahkan tak pernah ada kaitan apa pun dengan kasus KTP elektronik. “Ini semuanya yang menyangkut orang lain dia bilang. Tapi untuk yang menyangkut dirinya sendiri, dia selalu bilang tidak ingat,” kata Pramono Anung kepada para wartawan kala itu.

Sementara Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut Setya Novanto sekadar ingin mendapat status justice collaborator agar mendpat keringanan hukuman.

Di persidangan lainnya, mantan anggota DPR, M. Nazaruddin menyebutkan, pernah melihat Ganjar Pranowo, Jafar Hafsah, dan Chairuman Harahap menerima uang terkait proyek e-KTP. Namun, Ganjar disebut sempat menolak.

“Saudara menyebutkan ada beberapa orang melihat langsung menerima uang seperti Pak Ganjar. Saya membaca putusan terdahulu, keterangan saksi memang Pak Ganjar awal menolak?” tanya jaksa KPK Abdul Basir kepada Nazaruddin dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/2/2018).

“Iya, karena waktu itu semua wakil ketua dikasih 100 ribu dolar dan Pak Ganjar nggak mau,” ujar Nazaruddin.

“Pak Ganjar minta berapa?” tanya jaksa kembali.

“USD 500 ribu,” jawab Nazaruddin.

Setelah itu, Nazaruddin menyebut Ganjar akhirnya menerima USD 500 ribu. Ia bahkan mengaku melihat langsung saat uang itu diterima Ganjar.