KPK Dinilai tak Bertaji Tangani Keterlibatan Gamawan Fauzi dalam Kasus e-KTP


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak bertaji dalam menindaklanjuti proses hukum mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi yang diduga terlibat dalam korupsi proyek e-KTP.

Pakar Hukum dari Universitas Airlangga, I Wayan Titib Sulaksana, mendesak KPK untuk kembali memeriksa Gamawan guna melengkapi alat bukti yang terungkap dalam persidangan.

“Kembali lagi kepada KPK menindaklanjuti keterangan terdakwa dalam sidang Tipikor (vide Pasal 184 KUHAP) untuk memeriksa pejabat (Gamawan) yang disebut dalam persidangan,” kata Titib saat dihubungi Inilah.com, Minggu (2/2/2025).

Wayan mempertanyakan keseriusan KPK dalam menindaklanjuti proses hukum terhadap Gamawan. Ia menegaskan tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak menetapkan Gamawan sebagai tersangka apabila telah memiliki dua alat bukti yang cukup berdasarkan keterangan persidangan dan pemeriksaan Gamawan dalam proses penyidikan.

“Ya serius tidak menindaklanjuti keterangan terdakwa tersebut di atas. Tidak ada alasan hukum KPK tidak berani menetapkan Gamawan Fauzi sebagai tersangka,” tegasnya.

Hal senada disampaikan oleh Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf. Ia meyakini Gamawan terlibat dalam kasus korupsi e-KTP, apalagi bawahannya, mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Irman serta mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Sugiharto, telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Kepalanya kalau tidak tahu kan gak mungkin? Terus siapa yang diuntungkan dalam kasus itu? Siapa yang diuntungkan kebagian gak tuh pimpinannya?” ucap Hudi.

Hudi mendesak KPK segera memproses status hukum Gamawan berdasarkan fakta persidangan yang ada dan tidak menunda-nunda lagi. Menurutnya, biarkan hakim yang menentukan apakah Gamawan bersalah atau tidak dalam kasus e-KTP.

“Jangan ditunda-tunda. Orang juga kan kalau digantung-gantung kasihan tuh,” katanya.

Fakta Persidangan

Diketahui, dalam surat dakwaan eks Ketua DPR, Setya Novanto, Gamawan disebut menerima uang Rp50 juta, satu unit ruko di Grand Wijaya, dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya melalui adiknya, Azmin Aulia.

Pemberian ruko tersebut diperkuat oleh kesaksian Anang Sugiana Sudiharjo selaku Direktur Utama PT Quadra Solution.

Sementara itu, dalam surat dakwaan terdakwa mantan Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Markus Nari, Gamawan juga disebut sebagai salah satu pihak yang diperkaya dalam proyek pengadaan e-KTP. Namun, Gawaman selalu membantah terkait fakta persidangan bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus tersebut.

Sementara itu, ketika proses persidangan pada 2018 lalu, eks Ketua DPR Setya Novanto selaku terdakwa bersaksi bahwa dirinya pernah mendengar ada uang yang diserahkan kepada Puan Maharani dan Pramono Anung, masing-masing sebesar 500.000 dolar Amerika Serikat (AS).

Setya Novanto menyatakan bahwa informasi tersebut ia dapatkan dari pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong yang menyampaikan kepadanya di rumah.

Saat itu, Puan Maharani menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR, sedangkan Pramono Anung adalah anggota DPR. “Bu Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP, dan Pramono adalah 500.000 dollar AS. Itu keterangan Made Oka,” ujar Setya Novanto kepada majelis hakim saat diperiksa sebagai terdakwa.

Pramono Anung membantah mentah-mentah tudingan itu, dan mengatakan ia bahkan tak pernah ada kaitan apa pun dengan kasus KTP elektronik. “Ini semuanya yang menyangkut orang lain dia bilang. Tapi untuk yang menyangkut dirinya sendiri, dia selalu bilang tidak ingat,” kata Pramono Anung kepada para wartawan kala itu.

Sementara Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut Setya Novanto sekadar ingin mendapat status justice collaborator agar mendpat keringanan hukuman.

Di persidangan lainnya, mantan anggota DPR, M. Nazaruddin menyebutkan, pernah melihat Ganjar Pranowo, Jafar Hafsah, dan Chairuman Harahap menerima uang terkait proyek e-KTP. Namun, Ganjar disebut sempat menolak.

“Saudara menyebutkan ada beberapa orang melihat langsung menerima uang seperti Pak Ganjar. Saya membaca putusan terdahulu, keterangan saksi memang Pak Ganjar awal menolak?” tanya jaksa KPK Abdul Basir kepada Nazaruddin dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/2/2018).

“Iya, karena waktu itu semua wakil ketua dikasih 100 ribu dolar dan Pak Ganjar nggak mau,” ujar Nazaruddin.

“Pak Ganjar minta berapa?” tanya jaksa kembali.

“USD 500 ribu,” jawab Nazaruddin.

Setelah itu, Nazaruddin menyebut Ganjar akhirnya menerima USD 500 ribu. Ia bahkan mengaku melihat langsung saat uang itu diterima Ganjar.