News

KPK Harap Aset Belasan Miliar AKBP Bambang Kayun Dirampas untuk Negara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita berbagai aset senilai Rp12,7 miliar yang diduga milik tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi AKBP Bambang Kayun.

Salah satu aset yang disita tim penyidik KPK yakni berbentuk obligasi dan beberapa uang dalam deposit.

Mungkin anda suka

“Aset dimaksud di antaranya berbentuk obligasi, sejumlah uang yang tersimpan dalam beberapa deposito dan rekening bank atas nama BK (Bambang Kayun) maupun orang kepercayaannya dan juga rumah. Nilai aset sekitar Rp12,7 miliar,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (3/5/2023).

Ali menjelaskan, penyitaan itu bagian aset recovery dari uang yang dinikmati tersangka. Dia berharap, adanya alat bukti tambahan yang disita dapat mempermudah jalannya proses persidangan.

“Berharap saat proses pembuktian persidangan, Majelis Hakim dalam putusannya dapat merampas untuk negara,” ujar Ali menegaskan.

Sebelumnya, KPK memastikan pemberkasan perkara terkait AKBP Bambang Kayun telah selesai dan siap untuk disidangkan.

Menurut Ali Fikri, isi berkas perkara lengkap karena memenuhi persyaratan dari sisi formil dan materiel.

Status Tersangka dan Konstruksi Perkara

KPK mengumumkan AKBP Bambang Kayun sebagai tersangka pada 3 Januari 2023. Dia merupakan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri.

Terkait konstruksi perkara, KPK menjelaskan, kasus ini bermula dari pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM dengan pihak terlapor Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW).

Atas pelaporan tersebut, ES dan HW melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya kemudian diperkenalkan dengan Bambang Kayun untuk berkonsultasi. Saat itu, Bambang merupakan Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri.

Sebagai tindak lanjut, sekitar Mei 2016, ES dan HW bertemu AKBP Bambang Kayun di salah satu hotel di Jakarta. Dari kasus yang disampaikan ES dan HW itu, KPK menduga Bambang siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.

Bambang lalu memberikan saran, di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.

Menindaklanjuti permohonan tersebut, Bambang lalu ditunjuk sebagai salah satu personel untuk memverifikasi, termasuk meminta klarifikasi kepada Bareskrim Polri.

Sekitar Oktober 2016, rapat pembahasan berlangsung terkait perlindungan hukum atas nama ES dan HW di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri. Bambang kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan proses penyidikan.

Dalam perjalanan kasus itu, ES dan HW kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Terkait penetapan status tersangka tersebut, atas saran lanjutan dari BK, ES dan HW mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Uang dan Mobil Mewah

Seiring saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp5 miliar dari ES dan HW. Teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya.

Selama proses pengajuan praperadilan, KPK menduga Bambang membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan. Dengan begitu, hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah.

Pada Desember 2016, Bambang juga diduga menerima satu unit mobil mewah. Bambang menentukan model dan jenis kendaraan tersebut.

Kemudian, sekitar April 2021, KPK menyebut ES dan HW kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.

KPK menduga Bambang kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari ES dan HW untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan. Akhirnya, ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri.

KPK kemudian turut menduga BK menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp50 miliar.

Atas perbuatannya, tersangka Bambang Kayun disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button