KPK Persilakan Upaya Banding Eks Gubernur Maluku Utara


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan kubu mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba (AGK) yang berencana banding atas putusan persidangan kasus penerimaan gratifikasi dan suap.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengaku tidak ambil pusing dengan banding yang diajukan terdakwa AGK.

“Banding atas putusan persidangan tentu itu merupakan hak dari terdakwa,” ujarnya, Rabu (9/10/2024).

Ia meyakini tim Jaksa (JPU) siap menghadapinya dengan bukti-bukti perkara yang dimiliki.

“Silahkan. Kalau mengajukan banding nanti dari JPU kita juga akan ikut untuk di tingkat banding,” ucapnya.

Sebelumnya, penasehat hukum terdakwa mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba akan mengajukan banding atas putusan vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Ternate yang menjatuhkan hukuman terhadap AGK selama delapan tahun penjara.

“Keluarga AGK telah bersepakat untuk mengajukan banding atas putusan PN Ternate, karena keberatan dengan putusan hakim terkait dengan uang pengganti dan mengabaikan berbagai fakta-fakta muncul di persidangan,” kata Junaidi Umar selaku penasehat hukum, Sabtu (6/10/2024).

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ternate menjatuhkan vonis 8 tahun penjara terhadap mantan Gubernur Gubernur Malut dalam kasus suap dan gratifikasi di lingkup Pemprov Malut.

PN Ternate menetapkan terdakwa Abdul Gani Kasuba membayar uang pengganti sejumlah Rp109.056 miliar dan 90.000 dollar Amerika Serikat .

Sidang putusan perkara nomor 11/Pid.Sus-TPK/2024/PN Tte tersebut dipimpin langsung oleh Hakim ketua Kadar Noh dan dengan hakim anggota Budi Setyawan, Khadijah A. Rumalean, Samhadi, dan Yakob memberikan kesempatan kepada terdakwa AGK dan JPU untuk bersikap atas putusan PN tersebut.

Dalam kasus suap dan gratifikasi ini, kliennya menerima uang bersumber dari uang pribadi, bukan uang milik negara dan tidak ada bukti kerugian negara.

Karena itu, pihaknya menyatakan kekecewaannya atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Ternate menjatuhkan hukuman selama delapan tahun terhadap kliennya tidak adil.

Apalagi, putusan PN Ternate membebankan seluruh kasus ini kepada AGK tidak adil dan putusan Majelis Hakim sangat mengecewakan, karena seluruh fakta-fakta persidangan yang diajukan diabaikan dan tidak dimasukkan dalam amar putusan.

Bahkan, lanjut Junaidi, pertimbangan meringankan dari PN hanya karena AGK faktor usia yang sudah tua dan belum pernah dihukum, padahal ketidakadilan dari PN Ternate saat jatuhkan vonis untuk AGK terasa sangat tidak adil.

Menurut dia, dalam pembelaan penasehat hukum tidak ada satupun yang diterima Majelis Hakim, ini tidak adil padahal sejumlah saksi yang telah menyampaikan kesaksian dan meringankan terdakwa itu tidak dimasukkan dalam amar putusan.

Begitu pula, kesaksian Wahidin Tahmid yang abaikan Majelis Hakim, sehingga ini merupakan bentuk ketidakadilan dari Majelis Hakim menangani perkara terdakwa AGK.

“Ternyata Majelis Hakim tidak pernah melihat fakta-fakta harus dilihat dan kehadiran Penasehat Hukum tidak pernah dihargai dan berbagai fakta-fakta yang dihadirkan tidak satupun diakomodasi, ini tidak adil,” katanya.

Untuk itu, keluarga mantan Gubernur Malut AGK telah bersikap untuk melakukan upaya hukum dengan mengajukan banding dan telah daftarkan banding ke PN Ternate.