KPK Sidik Dugaan Mark Up Proyek Pengadaan Asam Semut di Kementan


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penyidikan kasus baru terkait dugaan korupsi proyek pengadaan asam semut atau asam formiat di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) pada tahun anggaran 2021-2023. Asam formiat digunakan untuk pembekuan getah karet.

“Ya, betul. Jadi kami saat ini juga sedang menangani perkara terkait pengadaan, saya namanya lupa ya, tapi asam yang digunakan untuk mengentalkan karet. Itu silakan disearching, kalau dulu dibilangnya asam semut. Itu merupakan produk sampingan dari pembuatan pupuk,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2024).

Asep mengungkapkan, bahwa terdapat dugaan penggelembungan harga atau mark up yang dilakukan oleh Kementan dalam pembelian asam semut ini dari salah satu pabrik di daerah Jawa Barat. Pabrik yang disinyalir terlibat adalah PT Sintas Kurama Perdana.

“Namun, yang terjadi adalah penggelembungan harga. Jadi, harga yang tadinya dijual misalnya Rp10 ribu per sekian liter, menjadi Rp50 ribu per sekian liter,” jelas Asep.

Asep menambahkan bahwa informasi mengenai jumlah tersangka serta potensi kerugian negara akan disampaikan setelah penyidik memperoleh data lengkap.

“Iya, termasuk kerugian negara nanti akan kami sampaikan,” ucapnya.

Hari ini, tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi dalam perkara tersebut. Mereka adalah Arsad Nursalim (karyawan swasta), Reny Maharani (PNS JFPPBJ/Biro Umum & Pengadaan), dan Rosy Indra Saputra (Direktur PT Sintas Kurama Perdana periode Mei 2020-Oktober 2024). Namun hasil pemeriksaan belum diungkapkan oleh Jubir KPK, Tessa Mahardhika.

Selain pengadaan asam formiat, KPK juga masih menyidik kasus korupsi lainnya, seperti pengadaan X-ray serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan gratifikasi yang melibatkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Sementara itu, kasus pemerasan yang dilakukan SYL telah memasuki tahap banding. Hukuman SYL diperberat menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp44.269.777.204 (Rp44,2 miliar) dan USD30 ribu (sekitar Rp490,2 juta), dengan total Rp44.762.197.204 (Rp44,7 miliar).

Kuasa hukum SYL, Arman Hanis, menyatakan akan mengajukan kasasi terkait putusan banding tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada informasi mengenai pendaftaran kasasi tersebut.