Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah bidang tanah di wilayah Kalianda, Lampung Selatan, sebagai barang bukti dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Tahun Anggaran 2018–2020.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa tanah tersebut sebelumnya dibeli oleh PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) dari para petani di daerah tersebut untuk dijual kembali kepada PT Hutama Karya (HK). Namun, pihak STJ belum melunasi pembayaran kepada petani, sehingga penyidik turut menyita dokumen tanah yang telah dititipkan ke notaris.
“Penyidik kemudian melakukan penyitaan atas bidang-bidang tanah tersebut karena tanah-tanah tersebut baru dibayarkan 10% sampai dengan 20% oleh PT STJ, sementara surat-surat tanah sudah dititipkan ke notaris (surat-surat tersebut saat ini juga telah disita),” kata Tessa dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (15/4/2025).
Tessa menambahkan bahwa tanah-tanah yang disita akan dirampas untuk negara dan dikembalikan kepada para petani apabila kasus telah berkekuatan hukum tetap. Sebab, selain STJ tidak mampu melunasi pembayaran, para petani juga tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk menebus kembali surat-surat tanah tersebut dari notaris.
“Penyitaan tanah dan surat dimaksudkan oleh KPK agar nanti diputuskan oleh hakim untuk dikembalikan ke para petani, mengingat selama ini status tanah tersebut tidak jelas, sisa pembayaran tidak dapat dilunasi oleh PT STJ, surat-surat tertahan di notaris, dan petani tak punya kemampuan untuk mengembalikan uang muka pembayaran,” jelasnya.
Untuk mendalami proses pembelian lahan tersebut, penyidik KPK telah memeriksa 13 orang saksi di Polres Lampung Selatan pada Senin (14/4/2025). Dalam daftar saksi terdapat sejumlah petani, yakni Intanmas, Mansur bin Umar, M. Nur bin Solihin, Ali Hasan, Zainul, Hariri, serta Rosilun Yusuf yang hadir mewakili Amirudin. Selain itu, turut diperiksa Pendawa Putra yang berprofesi sebagai petani sekaligus pekebun, dan Abbas yang diketahui tidak memiliki pekerjaan tetap.
KPK juga memanggil saksi dari latar belakang berbeda, yaitu Qorinilwan (pegawai negeri sipil), Abdul Rahman Rasid dan Andi Rifai Rd. Putra (pihak swasta), serta Mansur bin Kasim Saman (buruh harian lepas). Pemeriksaan terhadap para saksi ini diharapkan dapat memperkuat alat bukti dan memperjelas konstruksi perkara.
Dalam pengembangan kasus, KPK menetapkan PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) sebagai tersangka korporasi. Perusahaan ini diduga terlibat dalam penjualan lahan di wilayah Bakauheni dan Kalianda kepada PT Hutama Karya dengan prosedur pengadaan yang tidak wajar.
“Penyidik mendalami peran tersangka PT STJ dalam penjualan lahan (di Bakauheni dan Kalianda Lampung) ke PT Hutama Karya serta ketidakwajaran dalam prosedur pengadaan lahan tersebut,” ujar Tessa, Senin (23/12/2024).
Empat saksi telah diperiksa terkait hal ini, yakni Ossi Rosa Mediani (Analis Akuntansi PT Hutama Karya), Ir. Putut Ariwibowo (Direktur HC dan Pengembangan PT Hutama Karya 2014–2020 dan Dirut PT Patra Jasa), Sugiarti (Direktur Manajemen Risiko PT HK dan mantan Direktur Utama PT HK Realtindo serta Direktur Keuangan PT HK), dan Sugeng Rochadi (Dirut PT Brantas Abipraya serta mantan Direktur Operasi III PT HK). Sementara itu, Muhroni (EVP Keuangan PT Hutama Karya) tidak hadir dalam pemeriksaan.
Sebelumnya, KPK telah menyampaikan bahwa penyidikan kasus korupsi lahan JTTS ini dipicu oleh dugaan adanya kerugian keuangan negara dalam proyek yang dijalankan oleh PT Hutama Karya (Persero).
“Adanya indikasi kerugian keuangan negara yang timbul dalam proses pengadaan lahan di sekitar Tol Trans Sumatera yang dilaksanakan oleh salah satu BUMN (PT HK Persero), KPK kemudian menindaklanjutinya dengan melakukan penyidikan,” kata eks Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Rabu (13/3/2024).
Ali mengungkapkan, kerugian negara dalam proyek tersebut diperkirakan mencapai belasan miliar rupiah.”Kami menggandeng BPKP untuk menghitung besaran fix dari kerugian dimaksud,” ucapnya.