KPK Ultimatum Penyelenggara Negara Setor LHKPN, Paling Lambat 31 Maret 2024

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum penyelenggara negara segera menyetorkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahunan. Laporan ini paling lambat disetorkan paling lambat 31 Maret 2024.

“Melaporkan LHKPN periodiknya secara jujur dan tepat waktu,” kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (8/1/2024).

Ali menjelaskan,  aspek kejujuran dalam LHKPN sangat krusial buntut kerap ditemukannya penyelenggara negara atau keluarganya flexing alias pamer harta. Namun, penyelenggara yang bersangkutan terungkap tidak melaporkan seluruh harta kekayaan miliknya dalam LHPKN.

Selanjutnya, Ali pun membeberkan soal pentingnya peran masyarakat dalam pengawasan LHKPN sebagai instrumen awal transparansi kepemilikan harta seorang penyelenggara negara. Tujuanya, untuk mencegah terjadinya potensi tindak pidana korupsi.

Diketahui pada tahun 2023, fenomena flexing penyelenggara negara tersorot seiring terungkapnya kasus penganiayaan yang dilakukan putra Rafael Alun, Mario Dandy terhadap David Ozora. Rafael Alun saat kasus mencuat masih tercatat sebagai pejabat di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Mario Dandy ketika itu kerap menggunakan mobil Rubicon nomor polisi B 120 DEN. Ternyata, mobil tersebut tidak terdaftar LKHPN.

Singkat cerita, karena ulah anaknya, perilaku melanggar hukum Rafael Alun sebagai penyelenggara negara terbongkar. Ia diduga menerima gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengondisian perusahaan yang terlilit pajak.

Saat persidangan, dia didakwa Jaksa Penuntut Umum menerima gratifikasi sebesar Rp16.644.806.137 atau Rp16,6 miliar. Ayah Mario Dandy Satriyo itu didakwa menerima gratifikasi bersama-sama dengan istrinya Ernie Meike Torondek.

Rafael dituntut penjara 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan dalam perkara ini. Hakim juga diminta memberikan hukuman pidana pengganti sebesar Rp18,994.806.137 ke bekas aparatur sipil negara (ASN) tajir tersebut.

Pada Senin hari ini, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memvonis Rafael 14 tahun penjara dan  denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan penjara. Rafael juga diwajibkan membayar uang pengganti lebih dari Rp10 miliar lebih.

Apabila Rafael tidak mampu membayar uang pengganti, hartanya disita dan dilelang negara. Jika hartanya tak cukup maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.

Sebagai informasi, ada dua pejabat lainnya yang masih dalam proses hukum buntut hidup flexing dan tidak jujur melaporkan LHKPN-nya seperti eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto dan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
 

Sumber: Inilah.com