KPK Ungkap Fraud BPJS Rugikan Negara Rp20 Triliun


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat dugaan fraud program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengakibat  kerugian negara Rp20 triliun dari sekitar Rp150 triliun dana yang telah dikeluarkan hingga 2024.

“Kerugian dari fraud di bidang kesehatan adalah 10% dari pengeluaran untuk kesehatan masyarakat, sekitar Rp 20 Triliun secara nominal,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata melalui keterangannya, di Jakarta, dikutip pada Jumat (20/9/2024).

Alex menjelaskan, kerugian negara mencapai puluhan triliun rupiah ini disebabkan karena tindakan fraud ini tidak tersentuh dalam pengawasan hukum. Ia membeberkan modusnya mulai manipulasi/phantom billing yang dilakukan oleh oknum yang bekerja di fasilitas kesehatan (faskes) pusat maupun daerah yang saling bekerjasama.

“Fraud lainnya yang kerap terjadi, antara lain memanipulasi data peserta, serta melakukan pemanfaatan layanan yang tidak diperlukan untuk mengambil keuntungan, seperti tindakan medis yang berlebihan atau pemberian obat-obatan yang tidak diperlukan,”ucapnya memaparkan.

Sebelumnya, KPK sedang mengusut kasus dugaan fraud di tiga rumah sakit yang berlokasi di satu di Sumatera Utara (Sumut) dan dua di rumah sakit Jawa Tengah (Jateng).

Diketahui, kasus tersebut merupakan temuan KPK bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP), dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang membuat negara rugi mencapai Rp34 miliar.

“Satu (rumah sakit) ada di Jawa Tengah sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumatra Utara itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar,” ujar Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2024).

Pahala menerangkan modusnya, tiga rumah sakit tersebut yakni dengan membuat laporan keuangan palsu atau fiktif terhadap pasien yang melakukan fisioterapi. Begitu juga dengan dengan operasi katarak.

“Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya hanya 1.000 kasus yang didukung catatan medis. Jadi sekitar 3 ribuan itu diklaim sebagai fisioterapi tapi sebenarnya nggak ada di catatan medis,” kata Pahala