Market

KPPU Duga Ada Pengusaha ‘Kakap’ Sengaja Mainkan Harga Minyak Goreng

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha atau KPPU menduga ada pengusaha besar atau kakap yang sengaja mengendalikan harga minyak goreng. Pengusaha kakap ini sengaja memperbaikan harga di pasaran dengan cara menimbun stok minyak goreng.

Dugaan ini muncul karena pergerakan harga minyak goreng di pasaran merata di seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke.

“Seperti kita ketahui, pergerakan harga minyak goreng ini antara pelakunya sama. Kenaikan harga minyak goreng ini merata dari Sabang sampai Merauke. Tentu akan sulit dilakukan oleh pelaku industri kecil dan menengah, pasti yang punya power,” kata Ketua KPPU Ukay Karyadi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (31/3/2022).

Selain itu, naiknya harga minyak goreng juga menjadi dasar KPPU mencurigai adanya pihak yang bermain. Sebab kenaikan harga minyak goreng terjadi serentak mulai dari Rp12.000 per liter menjadi Rp20.000 per liter.

“Pada waktu itu pemerintah intervensi melakukan kebijakan HET (harga eceran tertinggi). Pada saat itu juga mereka kompak hilang, mengurangi kontribusi di pasar, barangnya relatif langka,” ujar Ukay.

Namun saat HET minyak goreng kemasan resmi pemerintah cabut, saat itu juga harga mulai naik. Bahkan stok minyak goreng di pasaran langsung melimpah di pasaran. Tapi, harganya juga melonjak naik dari sebelumnya Rp20.000 per liter di akhir 2021, menjadi kisaran Rp25.000 per liter.

“Mereka kompak lah. Ini yang sering katakan, sinyal kartel seperti itu,” tegas Ukay.

Pengusaha Kakap Langsung Naikkan Harga Setelah HET Dicabut

Dia menilai kenaikan harga minyak goreng tidak akan terjadi secara serentak jika hanya satu perusahaan yang memainkannya. Sebab jika satu perusahaan itu bermain sendiri maka akan kalah dengan perusahaan lain.

“Ini kompak, sebab kalau dia naik sendiri dia enggak laku dan diambil alih oleh pesaingnya,” sebut Ukay.

Perusahaan kakap ini berani memainkan harga minyak goreng karena produk ini termasuk bahan kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga berapapun harganya, masyarakat akan membelinya.

“Tentunya harus kompak, karena lagi-lagi kalau enggak kompak, kalau cuman sendiri, kan percuma. Kenaikan harganya relatif berbarengan, kami catatkan sebagai sinyal kartel,” kata dia.

Dugaan tindak kartel tersebut semakin kuat saat pemerintah mencabut kebijakan HET minyak goreng. Putusan itu langsung disambut pengusaha, yang berbarengan langsung membanjiri pasar dengan mematok harga sangat tinggi.

“Kenapa kompak, struktur pasar oligopoli, dan tidak banyak pemainnya. Pelaku usaha minyak goreng ada 8 kelompok besar dengan konsumen 270 juta orang lebih,” pungkas Ukay.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button