Mungkin banyak yang tak tahu, sebanyak 94 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia, seminggu setelah pencoblosan 14 Februari 2024.
Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran-Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyayangkan minimnya tindakan pencegahan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Seharusnya, KPU belajar dari Pemilu 2019.
“Di Pemilu 2019, sebanyak 894 petugas KPPS meninggal dunia dan 5.175 lainnya sakit. Itu 9 bulan pasca pemungutan suara. Namun, tampaknya pelajaran dari tragedi tersebut belum sepenuhnya diresapi KPU,” kata Matnur, sapaan akrabnya, Jakarta, Rabu (21/2/2024).
Dia mempertanyakan, skrining kesehatan dilakukan KPU setelah seseorang diputuskan menjadi petugas KPPS. Hal ini, lebih mirip sebuah formalitas ketimbang upaya serius untuk mencegah kematian.
“Pengaturan syarat usia yang ditetapkan dalam pasal 35 ayat (1) huruf b dan ayat 2 PKPU No. 8 Tahun 2022, yang membatasi usia petugas PPK, PPS, dan KPPS antara 17 hingga 55 tahun, terbukti tidak efektif dalam menghindari tragedi,” kata anggota Dewan Pakar Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) itu.
Kematian di kalangan petugas Pemilu 2024, lanjut menunjukkan bahwa KPU harus bertanggung jawab penuh atas kelalaian ini, karena telah abai dalam mencegah secara serius. Tindakan yang diambil terlalu sedikit dan terlambat, memerlukan teguran dan sanksi keras atas kelalaian yang mengakibatkan kematian ini.
Mengatasi masalah ini, kata Matnur, membutuhkan lebih dari sekadar permintaan maaf dan tanggung jawab kepada keluarga yang ditinggalkan. Pihak KPU harus melakukan introspeksi dan reformasi menyeluruh dalam sistem perekrutan dan pengelolaan petugas pemilu.
Pertama, skrining kesehatan harus dilakukan sejak awal proses perekrutan, dengan kriteria yang lebih ketat dan pemeriksaan yang lebih mendalam. Ini akan memastikan bahwa hanya mereka yang benar-benar sehat dan mampu secara fisik serta mental yang diberi tanggung jawab sebagai petugas pemilu.
“Kedua, sistem pelatihan harus direvisi untuk memastikan petugas pemilu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup, termasuk manajemen waktu dan stres, yang akan membantu mereka menghadapi tekanan kerja selama pemilu,” ungkapnya.
Ketiga, lanjutnya, penyediaan fasilitas dan dukungan kesehatan di tempat pemungutan suara (TPS) harus diperkuat, termasuk akses ke layanan medis darurat.
Lebih lanjut, kata Matnur, KPU harus berupaya keras untuk mengurangi beban kerja petugas Pemilu, mungkin dengan meningkatkan jumlah petugas atau mengadopsi teknologi yang dapat memudahkan proses pemungutan dan penghitungan suara.
Leave a Reply
Lihat Komentar