Kanal

Krisis Pekerja di Amerika, Bisa Jadi Berkah Ekonomi untuk Indonesia

Lonjakan kasus COVID-19 di Amerika Serikat berbuntut panjang. Banyak pekerja yang resign alias mundur. Kini, negeri Paman Sam mengalami krisis pekerja. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, krisis pekerja di AS memberikan peluang serta resiko bagi Indonesia. “Risikonya, tentu kekurangan tenaga kerja mengindikasikan pemulihan ekonomi AS belum solid. Sebagai mitra ekspor strategis, pengurangan tenaga kerja di AS akan memengaruhi permintaan produk Indonesia,” ungkap Bhima kepada Inilah.com, Rabu (17/11/2021).

Lalu bagaimana peluangnya? Menurut Bhima, cukup menjanjikan dari kacamata ekonomi. Akibat krisis pekerja, industri di AS bisa saja mencari peluang di negara lain, alias relokasi.

“Khususnya di sektor yang mengalami kekurangan pekerja manufaktur. Misalnya elektronik, komponen otomotif hingga consumer product. Kalau pelaku usaha dan pemerintah ingin menarik mereka masuk ke Indonesia, tentu ini momentum yang sangat tepat,” ungkapnya.

Untuk peluang ‘ekspor’ tenaka kerja (TKI), menurut peraih gelar Master in Finance dari Universitas Bradford, Inggris ini, bukan perkara mudah. Alasannya, kekurangan tenaga kerja di AS, kebanyakan berasal dari posisi menengah. Sementara pekerja Indonesia, sebagian besar mengisi kebutuhan tenaga low skilled. “Artinya, tidak bisa juga ditutup dengan pekerja asal Indonesia. Belum lagi soal pandemi COVID-19 di sana yang sangat membatasi orang asing masuk ke AS. Aplikasi visanya pasti ketat sekali,” terangnya.

Untuk saat ini, kata dia, Indonesia bisa fokus untuk menggantikan sebagian rantai pasok yang kosong, karena AS sedang kekurangan pekerja. “Namun, perlu dipetakan dulu mana negara yang butuh produk AS dan bisa diganti dengan barang dari Indonesia,” pungkasnya.

Dikutip dari statista.com, menurut data JOLTS per September 2021, jumlah pekerja yang mundur di AS mencapai 4,4 juta orang. Angka ini merupakan rekor baru. Alasan yang paling utama, mereka mundur lantaran khawatir dengan pandemi COVID-19. “Saya berpikir, pndemi membuat banyak orang mengevaluasi kembali pekerjaan dan prioritas mereka. Serta apa yang ingin mereka lakukan,” ungkap Elise Gould, ekonom senior dari Economic Policy Institute.

Fakta menunjukkan, kebanyakan pekerja yang mundur itu bekerja di garis depan. Misalnya perhotelan, perawat kesehatan, ritel. Menunjukkan mereka lebih takut kena COVID-19 ketimbang jadi pengangguran.

 

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button