Market

Resmi, Indonesia Ajukan Gugatan ke Uni Eropa terkait Bea Masuk Baja Anti Karat

Dengan pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) baja anti karat atau nirkarat ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Indonesia secara resmi telah mengajukan gugatan terhadap Uni Eropa.

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Internasional, Bara Krishna Hasibuan mengatakan kasus ketiga Indonesia di WTO ini berkaitan produk lempeng baja canai dingin nirkarat (stainless steel cold-rolled flat/SSCRF).

“Kita mengajukan case ketiga. Jadi, mereka meng-imposed UE (Uni Eropa) additional import duty,” ujar Bara saat berbincang di Timika, Papua Tengah, Minggu (3/12/2023).

Uni Eropa mengenakan bea masuk penyeimbang (BMP) atau countervailing duty atas SSCRF India dan Indonesia.

BMP yang dikenakan ke Indonesia sebesar 21 persen dan India 7,5 persen, sedangkan BMAD yang dikenakan Uni Eropa sebesar 10,2 sampai 31,5 persen sejak 2021.

Indonesia merupakan salah satu negara produsen nikel terbesar di dunia dan bila dilakukan hilirisasi maka akan menghasilkan baja nirkarat atau anti karat. Untuk cadangan saat ini sebanyak 72 juta ton yang merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia. 

Sebut saja tambang nikel di Pulau Obi, Maluku Utara, yang menjadi salah satu daerah penghasil nikel di Indonesia yang memiliki cadangan sebesar 1,4 miliar ton bijih.

Bara melanjutkan Indonesia dituding mendapat subsidi dari pemerintah China lantaran negara tersebut mendirikan perusahaan baja di Tanah Air.

“Bagi UE itu unfair practices, jadi sama saja UE membeli produk China, tapi pabriknya di Indonesia, tapi disubsidi oleh Pemerintah China. Mungkin tahun depan dibahas, kita sudah ajukan secara resmi,” kata Bara.

Bara menyampaikan saat ini permintaan ekspor baja ke Eropa sedang meningkat. Dengan adanya BMAD dan BMP, kerugian yang dialami Indonesia dalam setahun bisa mencapai 40 juta euro atau Rp569,1 miliar.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button