Komisi Yudisial (KY) masih mengusut dugaan pelanggaran etik terhadap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menjatuhkan vonis 6 tahun dan 6 bulan kepada terdakwa Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
Anggota KY Mukti Fajar Nur Dewata menyampaikan itu untuk merespons vonis Harvey Moeis yang diperberat di tingkat banding menjadi 20 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
“Terkait laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terhadap majelis hakim PN Jakarta Pusat, hingga saat ini, KY masih melakukan pendalaman untuk melihat apakah ada dugaan pelanggaran kode etik hakim,” kata Mukti dalam keterangan diterima di Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Mukti menjelaskan, pihaknya tengah mengagendakan kembali pemeriksaan terhadap pelapor. Sebab, pelapor dugaan pelanggaran etik itu berhalangan hadir pada pemanggilan sebelumnya.
Di samping itu, Mukti mengatakan bahwa vonis banding PT DKI Jakarta yang lebih berat tidak bisa serta merta diartikan bahwa adanya pelanggaran etik oleh majelis hakim tingkat pertama.
“Barangkali majelis hakim di tingkat banding memiliki keyakinan berbeda dengan majelis hakim tingkat pertama setelah melihat putusan beserta bukti-bukti, serta memori banding yang diajukan oleh JPU. Hal-hal tersebut dapat meyakinkan majelis hakim untuk memperberat jatuhnya vonis terhadap terdakwa HM menjadi 20 tahun,” kata dia.
Sebagai informasi, vonis Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) diperberat di tingkat banding dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada tahun 2015–2022.
Majelis hakim PT DKI Jakarta, Kamis (13/2/2025), memvonis Harvey Moeis dengan pidana penjara 20 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan. Selain itu, Harvey juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp420 miliar subsider 10 tahun penjara.
Adapun Harvey terbukti menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang yang diterima.
Dia terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 Ke-1 KUHP.
Di tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakpus memvonis Harvey dengan pidana penjara 6 tahun dan 6 bulan, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan, serta uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara.
Vonis PN Jakpus tersebut mendapat sorotan dari berbagai pihak karena dianggap terlalu ringan untuk kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.
Kemudian, pada Senin (6/1), KY menerima laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap majelis hakim PN Jakpus yang menangani perkara Harvey Moeis.