News

Lakon Ondel-ondel di Bisingnya Metropolitan, Raup Receh Diburu Petugas

Bunyi nyaring tabuhan musik mengiringi ondel-ondel yang menari di atas hangatnya aspal Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2022), meramaikan hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD). Melenggak-lenggok berharap datangnya rupiah. Seni Betawi yang dipakai mengamen sekelompok pemuda. Siapkan jurus kaki seribu kala diburu petugas.

Kehadiran mereka kerap dianggap mengganggu. Bikin sempit jalan dan menghambat lalu lintas. Meminta uang setengah memaksa. Dan membuat imej ondel-ondel sebagai kesenian khas jadi compang-camping, tidak elegan lagi. Namun Andi (21) bergeming. Ondel-ondel sudah seperti ‘jalan ninja’ untuk bertahan hidup.

Andi bersama sejumlah kawan bermaksud menghibur warga ketika CFD. Tak lupa sebuah ember dengan lembar uang receh sebagai ‘pancingan’ didalamnya disiapkan. “Biasanya keliling saja dari Senen masuk ke Kramat, habis itu muter-muter aja. Kalau Minggu baru ke sini (CFD) soalnya banyak orang jadi bisa ngamen di sini,” kata Andi saat ditemui Inilah.com di Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (9/10/2022).

Hasil mengamen dari CFD cukup besar dibanding ketika hari kerja. Pecahan Rp10 ribu bisa diberikan beberapa kali oleh warga yang baik hati. Apabila hari biasa, untuk mendapatkan Rp2 ribu susahnya bukan main.

Rute mengamen Andi dimulai dari Senen, kawasan tempat tinggalnya, hingga Kramat Raya lalu kembali lagi. Sudah dua tahun Andi memilih mengamen dengan ondel-ondel. Dia merasa tidak hina menjalankan profesi tersebut. Sebaliknya, Andi seolah menepuk dada ikut berpartisipasi merawat kesenian daerah.

“Ondel-ondel kan budaya Betawi, saya anak Betawi juga. Emang kita ngamen begini kan buat cari duit, tapi kan biar orang pada tahu juga ondel-ondel itu masih ada,” ujarnya.

Andi sadar ondel-ondel yang dikerjakannya tak sesuai dengan standar. Pakaian tak lengkap, tabuhan dan alat musik belum memadai. Namun bukan berarti tidak bisa mencukupi keseharian walaupun serba nge-pas.

Diakui pula menjadi pengamen ondel-ondel harus ‘cerdas’ membaca situasi. Tahu peta agar tak terjaring petugas.  Kalau terpaksa, harus siap ‘main kucing-kucingan’ dengan petugas. Sebab ondel-ondel jalanan masuk dalam kategori penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) oleh Satpol PP dan Dinas Sosial yang perlu ditertibkan.

Ya pinter-pinter kita saja kalau cari tempat. Kadang-kadang kita sudah punya andelan sih jalanan mana saja yang mau kita lewatin. Jadi biar enggak ditangkep sama Satpol PP juga,” terang dia.

Kendati hidup di jantung Ibu Kota, Andi dan kawan-kawannya tak memiliki kesempatan dan nasib yang lebih baik dibanding masyarakat luar yang sehari-hari beraktivitas di Metropolitan. Namun Andi tak memilih pasrah, apalagi terjebak dalam kriminalitas.

Dengan segala keterbatasan, Andi memilih jalan untuk menghibur masyarakat kota. Ondel-ondel dirasa pilihan yang tepat. Cari uang sekaligus mempertahankan tradisi.

“Orang Betawi di Jakarta kan sudah pada minggir ke Bekasi, Bogor sama Depok. Tanahnya sudah mulai abis dijual-jualin. Jadi semoga saja orang-orang masih kenal dan tahu kalau Jakarta masih punya ondel-ondel,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button