Market

Laos Terlilit Jebakan Utang China, Indonesia Hati-hati


Laos dan Indonesia memiliki kesamaan, sedang getol-getolnya mengeksekusi program infrastruktur ambisius yang didanai dari utang, menariknya salah satu proyek sedang digarap adalah jalur kereta cepat. Kedua negara ASEAN ini juga sama-sama berutang ke negara yang sama, yaitu China. Tapi jangan sampai Indonesia terlilit jebakan utang China seperti Laos.

Data ekonomi baru-baru ini menunjukkan Laos menghadapi tumpukan utang, dengan total 13,8 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir 2023, yang mewakili 108 persen Produk Domestik Bruto, PDB. Zachary Abuza, profesor di National War College di Washington yang berfokus pada Asia Tenggara, mengatakan Laos sedang bergerak ke arah krisis utang.

“Jalur kereta api contohnya menjadi proyek mercusuar lain. Karena meskipun sekarang mampu menjangkau Bangkok di Thailand, proyek ini seharusnya lebih menguntungkan. Semua itu telah menyebabkan penurunan nilai 30 persen pada nilai tukar mata uang Kip pada tahun 2023 dan melonjaknya inflasi, yang sekarang menjadi yang kedua tertinggi di kawasan ini, ” kata dia dilansir DW, dikutip Kamis (25/7/2024).

Menurut laporan Laotian Times, Kip Laos turun sebesar 31 persen terhadap dolar AS pada tahun lalu, membuat pembayaran kembali menjadi sulit karena 59 persen dari total utang dalam mata uang dolar AS.

Krisis yang dihadapi Laos ini kemudian memunculkan tuduhan dari sejumlah pihak bahwa China melakukan diplomasi perangkap utang dengan sengaja memikat Laos agar mengambil pinjaman dalam jumlah besar, sehingga Beijing dapat menyita asetnya atau meningkatkan pengaruh geopolitiknya. Tap China membantah seraya mengklaim telah melakukan yang terbaik untuk membantu Laos mengurangi beban utang.

Tapi ia akui, pinjaman China tidak murah dan harus dijamin dengan bunga 4 persen, yang tergolong tinggi untuk proyek konstruksi. Menurutnya, Jepang dan Bank Dunia biasanya mengenakan biaya di bawah 1 persen.

“China semata tidak bisa disalahkan. Kesalahan terbesar dibuat pemerintah Laos yang terlalu banyak berutang untuk proyek-proyek yang tidak memberikan pengembalian ekonomi yang mereka perkirakan,” ujar Abuza.

Utang Indonesia ke China Melebihi Laos

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh 1,4 persen menjadi 407,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp6.598,26 triliun (kurs Rp16.200/dolar AS) pada Februari 2024. Kreditor utang dengan porsi terbesar yakni Singapura dan posisi kedua ditempati oleh Amerika Serikat (AS) diikuti Jepang, kemudian China.

Posisi ULN pemerintah pada Februari 2024 tercatat sebesar 194,8 miliar dolar AS (Rp3.155 triliun), naik 1,3 persem year on year/yoy. Perkembangan ULN tersebut terutama disebabkan oleh penarikan pinjaman luar negeri, khususnya pinjaman multilateral, untuk mendukung pembiayaan beberapa program dan proyek pemerintah.

Posisi ULN Indonesia mayoritas peminjamnya yakni pemerintah dan bank sentral sebesar 209,83 miliar dolar AS atau sebesar 51,46 persen. Sedangkan sisanya yakni 48,42 persen atau 197,44 miliar dolar AS merupakan peminjam dari pihak swasta yang terdiri dari lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.

Jika melihat porsi kreditor ULN Indonesia hingga Februari 2024, didominasi oleh Singapura yakni sebesar 13,63 persen dengan jumlah 55,6 miliar dolar AS. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode Januari 2024 yakni sebesar 56,1 miliar dolar AS dan periode Desember 2023 yang sebesar 56,4 miliar dolar AS.

Hal ini berbeda dengan kreditor AS yang justru terus mengalami kenaikan menjadi 29,4 miliar dolar AS dari periode sebelumnya yakni sebesar 29,1 miliar dolar AS. Begitu pula dengan kreditor China yang juga semakin memperbesar pemberian utang dari 21,07 miliar dolar AS menjadi 21.3 miliar dolar AS pada Februari 2024.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button