Market

Larangan Ekspor Batubara Dicabut, Rakyat Tanggung Tarif Listrik Naik

Pengamat Energi UGM Fahmy Radhi menilai, larangan ekspor batubara mencegah PLN menaikkan tarif listrik. Kalau dicabut, ya naik dan harga-harga melejit. Lagi-lagi rakyat dibikin susah.

Dikatakan Fahmy, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor batubara walau hanya sebulan, bolehlah diberi jempol. Karena, berdampak kepada PLN dalam menentukan tarif setrum.

Fahmy mengakui, baik pengusaha batubara dalam negeri maupun sejumlah negara memprotes keras pelarangan ekspor batubara itu.
Bahkan, Jepang dan Korsel mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut larangan ekspor batubara.

Harus diakui, larangan ekspor batubara yang diinisiasi Presiden Jokowi, berdampak kepada melajunya harga batubara dunia mendekati US$200 per metrik ton. “Selain itu, mengancam keberlangsungan pembangkit listrik yang menggunakan energi primer batubara di berbagai negara,” papar Fahmy, Jakarta, Senin (10/1/2022).

Larangan ekspor batubara, kata dia, yang diberlakukan 1-31 Januari 2022, dipicu oleh tidak dipenuhinya DMO (Domestic Market Obligation). Di mana, pengusaha wajib memasok batubaranya ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar 25% dari total produksi per tahun, dengan harga US$70 per metrik ton. “Memang ada denda bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan DMO batubara, namun dendanya sangat kecil,” ungkap Fahmy.

Ketika harga batubara membumbung, lanjutnya, pengusaha memilih membayar denda agar bisa ekspor. Alasannya sederhanya saja, soal ekonomi. Para pengusaha itu masih menggenggam cuan alias untung. Lantaran itu tadi, sanksi kewajiban DMO kecil sekali. “Alhasil, pemilik tambang batubara lebih memilih ekspor ketimbang memasok kebutuhan batubara PLN, sesuai ketentuan DMO,” paparnya.

Wajarlah bila PLN mengalami krisis batubara. Hingga Desember 2021, dari 5,1 juta ton kebutuhan batubara PLN, pengusaha hanya memasok sebanyak 350 ribu metrik ton. Atau setara 0,06% dari total kebutuhan.

“Kalau kebutuhan PLN tidak segera dipenuhi berpotensi menyebabkan 20 PLTU batubara dengan daya sekitar 10.850 mega watt akan terjadi pemadaman,” tuturnya.

Alternatif lain, lanjut Fahmy, PLN membeli batubara di pasar global dengan harga US$196 per metrik ton, maka harga pokok penyediaan listrik (HPP) PLN membengkak. “Ujung-ujung PLN harus menaikkan tarif listrik untuk mencegah kebangkrutan,” ungkapnya.

Kenaikan tarif listrik sesuai harga keekonomian ini, menurut Fahmy, sudah pasti akan menaikkan inflasi yang makin memberatkan beban rakyat dan memperpuruk daya beli masyarakat.

Dalam keterangan menjelang pelarangan ekspor batubara, Presiden Joko Widodo menyebutkan pasal 33 UUD 1945 bahwa batubara merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kalau larangan ekspor batubara tidak diberlakukan, yang menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik, akan semakin memberatkan beban rakyat. “Sungguh ironis, batubara yang seharusnya untuk memakmurkan rakyat justru memberatkan rakyat. Biarkan suara-suara lantang menentang, kelanjutan larangan ekspor batubara harus tetap berlalu hingga pengusaha batubara sudah memenuhi ketentuan DMO,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button