Ototekno

Lawan Hoax dengan Memperbanyak Konten Positif

Selasa, 22 Nov 2022 – 04:26 WIB

Hoaks

Mungkin anda suka

istock

Sisi negatif masifnya penggunaan internet, khususnya media sosial, adalah merebaknya kabar bohong atau hoaks secara masif. Dengan literasi digital yang baik dan kuat, penyebaran hoaks bisa dicegah. Selain itu, memperbanyak konten positif untuk melawan konten hoaks juga cukup ampuh.

Demikian yang menjadi pembahasan dalam webinar bertema “Bijak Hadapi Hoax Melalui Literasi Digital”, baru ini yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. Webinar ini menghadirkan sejumlah narasumber, yakni Relawan Mafindo Yogyakarta Ignatius Aryono Putranto; Praktisi Media Steven Sondakh; dan Ketua Relawan TIK Provinsi Bali I Gede Putu Khrisna Juliharta.

Dalam paparannya, I Gede Putu Khrisna menjelaskan tipikal kabar bohong atau hoaks, yakni berita sensasional, terlampau aneh, baik itu lewat tulisan atau gambar, yang mendorong orang untuk meng-klik dan membagikannya secara online. Cara ini dilakukan demi semata-mata mendapatkan lebih banyak pengunjung situs agar pendapatan iklan terdongkrak. Cara ini juga seringkali mengorbankan akurasi dan kevalidan suatu berita.

“Agar terhindar dari kabar bohong, cek terlebih dahulu alamat situs yang membuat berita bombastis tersebut. Lalu, gunakan situs pemeriksa fakta untuk memastikan apakah kabar tersebut termasuk hoaks atau bukan,” ucap I Gede.

I Gede menambahkan, umumnya, berita hoaks bisa dikenali lewat cara penulisan judul yang semuanya terdiri dari huruf kapital dan berakhir dengan tanda seru. Namun, modal penting agar tidak menjadi korban hoaks adalah dengan bersikap kritis dan tidak mudah percaya terhadap semua informasi yang beredar di internet.

Sementara itu, Steven Sondakh mengingatkan bahwa penyebar hoaks bisa dijerat pidana. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengenai penyebaran berita bohong. Bagi yang terbukti melakukannya, diancam kurungan pidana paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

“Memang ada beberapa alasan orang dengan sengaja atau tidak, turut menyebarkan hoaks. Yang disengaja, umumnya adalah untuk memprovokasi pihak tertentu atau ikut mengambil keuntungan lewat kunjungan situs. Ada pula yang sengaja untuk mencari pengakuan eksistensi dirinya,” ujar Steven.

Cara lain untuk memerangi hoaks, menurut Ignatius Aryono Putranto, adalah dengan memperbanyak konten positif di ruang digital. Konten yang positif akan menciptakan suasana yang kondusif. Selain itu, konten yang positif juga dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang arti penting literasi digital.

“Ketika ingin memproduksi konten positif untuk ruang digital, sebaiknya didasarkan pada nilai cinta kasih, kesetaraan, harmoni dalam keberagaman, demokrasi dan kekeluargaan (kegotong-royongan) serta kesadaran mematuhi hukum di Indonesia,” kata Ignatius.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button